12 April 2022

Showing posts with label jawa. Show all posts
Showing posts with label jawa. Show all posts

05 March 2018

10 Filosofi Jawa Oleh Kanjeng Sunan Kalijaga; Baik dan Mengena, Tapi Sudah Banyak yang Lupa

Ojo Gumunan, Ojo Getunan, Ojo KAgetan, Ojo Aleman

Sunan Kalijaga atau Sunan Kalijogo adalah seorang tokoh Wali Songo yang sangat lekat dengan muslim di Pulau Jawa, karena kemampuannya memasukkan pengaruh Islam ke dalam tradisi Jawa. Bahasa Jawa sebagian besar banyak digunakan dalam bahasa sehari-hari untuk wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sama-sama bahasanya, namun yang membedakan adalah tata bahasanya. Meskipun berbeda-beda tetap satu bahasa yaitu bahasa Jawa.
Makna dari ungkapan-ungkapan Jawa ini seringkali tidak dipahami oleh sebagian besar keturunan etnis Jawa di era modern ini. Maka tidak salah, jika muncul sebutan, “Wong Jowo sing ora njawani” (Orang jawa yang tidak mengerti ‘jawa’nya sendiri).
Berikut rangkuman filosofi Jawa yang diajarkan oleh Sunan Kalijaga, yang mungkin sering kali kita dengar atau pernah mendengarnya:

1. Urip Iku Urup-Hidup itu 'nyala', yakni bisa berguna buat sesama manusia


Urip iku urup via http://reviensmedia.com
“Hidup itu nyala, hidup itu hendaknya memberi manfaat bagi orang lain di sekitar kita, semakin besar manfaat yang bisa kita berikan tentu akan lebih baik”.
Hidup itu seperti lampu atau lilin dan sejenisnya yang mampu memberi manfaat penerangan bagi yang membutuhkan. Ada yang hidup hanya sekadar hidup, namun tak memberi manfaat bagi sekitar. Dan juga hidup bersosial itu perlu. Kita tak bisa hidup sendiri, semua pasti saling membutuhkan karena kita diciptakan sebagai makhluk sosial.

2. Memayu Hayuning Bawono, Ambrasto dur Hangkoro


Memayu Hayuning Bawono, Ambrasto dur Hangkoro via http://scontent.cdninstagram.com
“Manusia hidup di dunia harus mengusahakan keselamatan, kebahagiaan dan kesejahteraan; serta memberantas sifat angkara murka, serakah dan tamak”.
Mengusahakan (mengupayakan) keselamatan, kebahagiaan, dan kesejahteraan hidup di dunia. Dapat diartikan juga bahwa kita hidup di dunia ini hendaknya senantiasa mengusahakan dan menjaga keselamatan hidup kita sendiri dan kehidupan di sekitar kita dengan mempedulikan ciptaan Allah yang lain. Hal ini bertujuan supaya kehidupan kita menjadi selaras dan dinamis.

3. Suro Diyo Joyo Jayaningrat, Lebur Dening Pangastuti


Suro Diyo Joyo Jayaningrat, Lebur Dening Pangastuti via http://3.bp.blogspot.com
"Segala sifat keras hati, picik, angkara murka, hanya bisa dikalahkan dengan sikap bijak, lembut hati dan sabar".
Keras hati adalah tidak peduli terhadap kesusahan dan penderitaan orang lain. Seseorang yang hatinya mengalami kondisi tersebut tidak merasakan kepedihan dan penderitaan orang lain. Sumber keras hati adalah hawa nafsu. Hendaknya kita mengontrol nafsu kita dengan bijak agar tidak terlanjur keras hati.
Sifat picik adalah sifat sempitnya tentang pandangan, pengetahuan, pikiran, dan sebagainya. Maka jadilah orang yang “longgar” (terbuka). Karena orang yang terbuka dan tidak berpikiran sempit selalu memandang bahwa dari orang yang paling kecil pun, ia bisa belajar banyak dari mereka atau dari hal yang paling keliru pun, ada hal positif yang bisa diambil. Apalagi sifat angkara murka yang berarti kebingisan dan ketamakan yang jelas menjadi sifat yang tidak patut ditiru dan hanya menjadi celaka diri sendiri.

4. Ngluruk Tanpo Bolo, Menang Tanpo Ngasorake, Sekti Tanpo Aji-Aji, Sugih Tanpo Bondo


Ngluruk Tanpo Bolo, Menang Tanpo Ngasorake, Sekti Tanpo Aji-Aji, Sugih Tanpo Bondo via http://4.bp.blogspot.com
"Berjuang tanpa perlu membawa massa; menang tanpa merendahkan atau mempermalukan; berwibawa tanpa mengandalkan kekuatan; kaya tanpa didasari kebendaan".
Kita harus 'maju perang', namun kita harus berangkat sendiri, tidak diperbolehkan membawa 'pasukan'. Berjuang tanpa membawa massa. Mengapa demikian? Karena kita harus berperang melawan "diri sendiri'. Ungkapan Jawa, menang tanpa ngasorake tersebut memiliki arti bahwa tujuan pencapaian kita yang kita harapkan, kemenangan yang kita inginkan, haruslah tanpa merendahkan orang lain.
Berwibawa tanpa mengandalkan kekuatan, berarti suatu kekuasaan tercipta karena citra dan wibawa seseorang, perkataannya, membuat orang lain sangat menghargainya. Sehingga apa yang diucapkannya, orang lain senantiasa mau mengikutinya. Kaya tanpa didasari kebendaan, kaya yang dimaksud sebenarnya adalah tidak berkekurangan, artinya bukan semata-mata harta yang menjadikan tolak ukur. Kaya yang dituju dalam hidup bukanlah pengumpulan harta benda dan uang selama hidup.

5. Datan Serik Lamun Ketaman, Datan Susah Lamun Kelangan


Datan Serik Lamun Ketaman, Datan Susah Lamun Kelangan via https://scontent.cdninstagram.com
"Jangan gampang sakit hati manakala musibah menimpa diri; jangan sedih manakala kehilangan sesuatu".
Musibah tak pernah lepas dari manusia, namun jangan gampang menyerah. Sedih dan sakit hati, apalagi berburuk sangka dengan Sang Pencipta. Semua itu ujian bagi kita. Perlu diingat bahwa Allah tidak akan memberikan ujian yang melapaui batas makhluk-Nya. Jika kita tidak tergesa-gesa, mau bersabar dan berpikir jernih pasti ada jalan keluar atau solusinya. Yakinlah! Di balik kesulitan, ada kemudahan yang begitu dekat.

6. Ojo Gumunan, Ojo Getunan, Ojo Kagetan, Ojo Aleman


Ojo Gumunan, Ojo Getunan, Ojo Kagetan, Ojo Aleman via https://pbs.twimg.com
"Jangan mudah terheran-heran, jangan mudah menyesal, jangan mudah terkejut-kejut, jangan mudah kolokan atau manja".
Jangan mudah terheran-heran adalah pelajaran untuk kita tidak mudah heboh atas sebuah peristiwa atau kejadian yang kita lihat. Kehebohan itulah yang justru membuat kita terlihat bodoh. Sikapi segala sesuatu dengan tenang dan anggap semuanya adalah kewajaran yang luar biasa.
Jangan mudah menyesal adalah pelajaran untuk selalu menyadari bahwa setiap hal yang kita putuskan selalu mempunyai resiko, dan atas resiko yang terjadi maka kita harus selalu siap. Sesal kemudian tidak berguna. Selalu berpikir postif dan belajar atas semua kejadian adalah hal yang lebih baik.
Jangan mudah terkejut adalah pelajaran untuk kita bersikap waspada, mawas diri, fleksibel, dan tidak reaktif. Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Oleh karenanya, jangan pernah meremehkan sesama. Bersikaplah secara wajar dan bijak.
Jangan mudah kolokan atau manja, hidup kita adalah tanggung jawab kita. Setiap kewajiban kita perlu dikerjakan tanpa harus mendapat pujian dan sanjungan. Hidup tidak selalu mudah, tidak perlu berkeluh-kesah dan merengek, karena mengeluh dan merengek tidak akan menyelesaikan masalah kita. Hidup itu mesti diperjuangkan dengan penuh kegigihan.

7. Ojo Ketungkul Marang Kalungguhan, Kadonyan Lan Kemareman


Ojo Ketungkul Marang Kalungguhan, Kadonyan Lan Kemareman via https://s-media-cache-ak0.pinimg.com
"Jangan terobsesi atau terkukung oleh keinginan untuk memperoleh kedudukan, kebendaan dan kepuasan duniawi".
Hidup ini bukan hanya tentang memiliki kedudukan yang tinggi yang dapat disegani oleh sekitar, sehingga kebendaan atau kekayaan yang menjadi tolak ukur atas tingginya martabat diri. Namun, semua itu hanya menuju ke kepuasan duniawi, dan seakan lupa kita mempunyai jiwa dan hati nurani yang sebenarnya berat menyangga semua itu. Nafsu yang menikmati, tapi hati yang bersih dapat ternodai.

8. Ojo Kuminter Mundak Keblinger, Ojo Cidro Mundak Ciloko


Ojo Kuminter Mundak Keblinger, Ojo Cidro Mundak Ciloko via http://assets-a1.kompasiana.com
"Jangan merasa paling pandai agar tidak salah arah, jangan suka berbuat curang agar tidak celaka".
Manusia terkadang tidak bisa mengontrol diri ketika dia merasa pandai, sehingga menghalalkan kepandaiannya untuk berbuat curang, yang sebenarnya menjadi jurang celakanya sendiri. Teringat kata seseorang:
“Seorang guru itu bisa siapa saja. Siapa saja bisa menjadi guru; asal sesuatu darinya bisa di gugu (dipercaya dan diikuti ucapan-ucapannya) dan aku tiru (contoh). Boleh jadi kalian, atau di antara kalian diam-diam adalah guru-guruku dalam berbagai hal dan bidang”.
Bisa jadi kepandaian kita berasal belajar dari apapun yang di sekitar kita yang dianggap biasa, namun tidak kita sadari. Oleh karena itu, kita tidak bisa merasa paling pandai hingga menjadi sombong. Seseorang yang pandai bisa dimulai belajar dari sesuatu yang kecil dan mengarahkannya pada jalan yang baik.

9. Ojo Milik Barang kang Melok, Ojo Mangro Mundak Kendo


Ojo Milik Barang kang Melok, Ojo Mangro Mundak Kendo via http://scontent.cdninstagram.com
"Jangan tergiur oleh hal-hal yang tampak mewah, cantik, indah. Jangan berpikir mendua agar tidak kendor niat dan kendor semangat".
Manusia rentan tergoda oleh sesuatu yang ‘wah’ di matanya, hingga lupa apa yang menjadi tujuannya. Yang seharusnya dia berjalan lurus, namun bisa berbelok arah. Untuk melangkah dan mengambil keputusan harus lebih  berhati-hati, perlunya pertimbangan yang matang guna mendapatkan keputusan yang baik dan benar, sehingga bisa meminimalisir resiko kesalahan dan akhirnya tidak ada lagi penyesalan yang berkelanjutan.

10. Ojo Adigang, Adigung, Adiguno


Ojo Adigang, Adigung, Adiguno via https://scontent.cdninstagram.com
"Jangan sok kuasa, sok besar, sok sakti".
Nah, untuk ini sudah pasti banyak yang mendengar kata-kata yang cukup sederhana dan mudah dimengerti. Tidak perlu menjadi yang paling berkuasa, yang paling besar kedudukan dan martabatnya, dan yang paling sakti atau kuat dirinya. Karena semua itu akan menjadikan kita perpecahan dan buta akan kebhinekaan atau keberagaman yang seharusnya menjadi warna layaknya pelangi.
Meski kamu mungkin bukan orang Jawa, memaknai filosofi tadi juga nggak ada salahnya, kok. Toh, jika itu baik, kenapa nggak? :)


Kredit: https://www.hipwee.com/list/10-filosofi-jawa-yang-diajarkan-oleh-kanjeng-sunan-kalijaga/

Angka dalam Jawa

Dalam bahasa Jawa angka itu terurut mulai dari 1-0 dengan deretan; 1,2,3,4,5,6,7,8,9,0. Ke sepuluh angka tersebut lalu dilafalkan dengan istilah SIJI, LORO, TELU, PAPAT, LIMO, NEM, PITU, WOLU, SONGO, dan NUL. Deretan angka-angka ini memiliki makna yang mendalam, yang sejalan dengan makna kehidupan umat manusia.

angka jawa 1

Adapun makna dari setiap angka 1-0 Jawa adalah sebagai berikut:

1 (Siji/Setunggal) = Esa + Eka + Ika + Tunggal (Keagungan Tuhan), Manunggal (menyatu), Wiwitan+Kawitan (awal, pertama), Bhumi + Buana (Bumi), Surya (Matahari), Candra (Bulan), Ratu (pemimpin), Negoro (negara), dll.

2 (Loro/Roro/Kalih/Rwa) = Dwi (dua yang menyatu/keseimbangan), Tengen (tangan), Sikil (kaki), Kuping (telinga), Mripat (mata), Netra (penglihatan), Panembah (menghormati), Bekti (pengabdian), dll.

3 (Telu/Tigo/Tri) = Tri (tiga kehidupan; Alam Ruh/Kandungan, Duniawi, Akherat), Krida (olah, perbuatan, tindakan), Gebyar (semarak, meriah, gemerlapan, berarti), dll.

4 (Papat/Sekawan) = Catur (kreatifitas, kecerdasan), Kerta (kemenangan), dll.

5 (Limo/Gangsal) = Panca (kekuatan diri), Astra (kesaktian), Tumata (tertata, teratur), dll.

6 (Nem) = Rasa (empati, simpati), Sad (kesederhanaan), Bremana (arif, bijaksana), Anggata (terpelajar, berilmu), dll.

7 (Pitu) = Sapta (hukum), Sinangga (menjaga/menjunjung tinggi drajat dan kehormatan), dll.

8 (Wolu) = Asta (kebajikan), Manggala (terhormat, pembesar), Salira (bentuk, wujud), Naga (simbol kewibawaan), dll.

9 (Songo) = Nawa (semangat dan simbol kemuliaan), Hanggatra (kesempurnaan), Bunga (keindahan), dll.

0 (Nul) = Ilang (hilang), Sirna (musnah), Sonya (kosong), Hening (tidak ada apa-apa), Pungkasan (akhir) dll.

Falsafah Jawa
























"Jangan merasa bisa melakukan pekerjaan tapi sebenarnya tidak mampu"



"Bekerja dan berkarya tanpa memikirkan balasan"

"semujur-mujurnya orang lupa akan masih beruntung orang yang selalu ingat dan waspada"

Add caption

"menyerang tanpa bawa pasukan, Menang tanpa merendahkan lawan yang dikalahkan"




Filosofi Orang Jawa Tetang Kehidupan

Berikut kumpulan falsafah orang jawa tentang kehidupan beserta arti penjelasannya erat dengan pedoman hidup masyarakat Jawa :
  1. “Sura Dira Jayaningrat, Lebur Dening Pangastuti”
Artinya segala sifat keras hati, picik, angkara murka, hanya bisa dikalahkan dengan sikap bijak, lembut hati dan sabar.
  1. “Memayu Hayuning Bawana, Ambrasta dur Hangkara”
Maksunya Manusia hidup di dunia harus mengusahakan keselamatan, kebahagiaan dan kesejahteraan; serta memberantas sifat angkara murka, serakah dan tamak).
  1. “Urip Iku Urup” (Hidup itu Nyala)
Maksunya Hidup itu hendaknya memberi manfaat bagi orang lain disekitar kita, semakin besar manfaat yang bisa kita berikan tentu akan lebih baik, tapi sekecil apapun manfaat yang dapat kita berikan, jangan sampai kita menjadi orang yang meresahkan masyarakat.
  1. “Aja Gumunan, Aja Getunan, Aja Kagetan, Aja Aleman”
Maksunya Jangan mudah terheran-heran, Jangan mudah menyesal, Jangan mudah terkejut- kejut, Jangan mudah kolokan atau manja.
  1. “Datan Serik Lamun Ketaman, Datan Susah Lamun Kelangan”
Maksunya Jangan gampang sakit hati manakala musibah menimpa diri; Jangan sedih manakala kehilangan sesuatu.
  1. “Ngluruk Tanpa Bala, Menang Tanpa Ngasorake, Sekti Tanpa Aji-Aji, Sugih Tanpa Bandha”
Maksunya Berjuang tanpa perlu membawa massa, Menang tanpa merendahkan atau mempermalukan. Berwibawa tanpa mengandalkan kekuasaan, kekuatan, kekayaan atau keturunan, Kaya tanpa didasari kebendaan.
  1.  “Aja Milik Barang Kang Melok, Aja Mangro Mundak Kendo”
Maksunya Jangan tergiur oleh hal-hal yang tampak mewah, cantik, indah; Jangan berfikir mendua agar tidak kendor niat dan kendor semangat.

filosofi jawa kuno

  1. “Aja Kuminter Mundak Keblinger, Aja Cidra Mundak Cilaka”
Maksunya Jangan merasa paling pandai agar tidak salah arah, jangan suka berbuat curang agar tidak celaka.
  1. “Aja Ketungkul Marang Kalungguhan, Kadonyan lan Kemareman”
Maksunya Janganlah terobsesi atau terkungkung oleh keinginan untuk memperoleh kedudukan, kebendaan dan kepuasan duniawi.
  1. “Nerimo ing pandum”
Makna dari kata adalah mengandung Arti yang mendalam menunjukan pada sikap Kejujuran, keiklasan, ringan dalam bekerja dan ketidakinginan untuk korupsi.
Inti filosofi ini adalah Orang harus iklas menerima hasil dari usaha yang sudah dia kerjakan.
  1. “Alon-alon waton klakon”
Maksunya Filosofi ini sebenarnya berisikan pesan tentang safety/keselamatan. Padahal kandungan maknanya sangat dalam. Filosofi ini mengisyaratkan tentang kehati-hatian, waspada, istiqomah, keuletan, dan yang jelas tentang safety.
  1. “Aja Adigang, Adigung, Adiguno”
Maksudnya adalah Jaga kelakuan / tatakrama, jangan sombong dengan kekuatan, kedudukan, ataupun latarbelakangmu.

 filosofi jawa tentang cinta

  1. “Mangan ora mangan sing penting ngumpul”
Maksunya Makan tidak makan yang terpenting adalah bisa berkumpul (kebersamaan).
Filosofi ini merupakan sebuah peribahasa. Kalimat peribahasa tidaklah tepat jika diartikan secara aktual.
Filosofi ini sangatlah penting bagi kehidupan berdemokrasi. Kalau bangsa kita ini mendasarkan demokrasi dengan falsafah diatas pastinya negara kita akan aman, tentram dan sejahtera.
Filsafah “Mangan ora mangan” melambangkan eforia demokrasi, yang mungkin satu pihak mendapatkan sesuatu (kekuasaan) sedangkan pihak yang lain tidak. Yang tidak dapat apa-apa tetap legowo atau menerima dengan lapang dada.
Dan kata dari “Sing penting ngumpul” melambangkan berpegang teguh pada persatuan, kebersamaan, yang artinya bersatu untuk tujuan bersama.
Filosofi dari kalimat peribahasa “Mangan ora mangan sing penting kumpul” adalah filosofi yang cocok yang dapat mendasari kehidupan demokrasi bangsa Indonesia agar tujuan bangsa ini terwujud.
  1. “Wong jowo iki gampang di tekuk – tekuk”
Maksud dari Filosofi ini juga merupakan ungkapan peribahasa yang dalam bahasa Indonesia adalah ‘Orang Jawa itu mudah ditekuk-tekuk’.
Ungkapan ini menunjukan orang jawa itu fleksibel dalam kehidupan. Kemudahan bergaul dan kemampuan hidup di level manapun baik kaya, miskin, pejabat atau pesuruh sekali pun. Orang yang memegang filosofi ini akan selalu giat dalam bekerja dan selalu ulet dalam menggapai cita-citanya.
  1. “Saiki jaman edan yen ora edan ora komanan, sing bejo sing eling lan waspodo”
Maksudnya adalah sekarang zaman edan (gila), yang nggak endan nggak bakal kebagian, Hanya orang yang ingat kepada Allah dan waspada yang beruntung.
Disini saja juga tidak cukup dan waspada terhadap duri-duri kehidupan yang setiap saat bisa datang dan menghujam kehidupan, sehingga bisa mengakibatkan musibah yang berkepanjangan
Itulah beberapa pandangan hidup, pedoman dan prinsip yang telah diterapkan sejak dahulu yang biasa menjadi nasehat orang jawa. Filosofi jawa meskipun kini semakin luntur dimakan zaman, namun akan selalu tertancap di jiwa orang jawa.

kredit: https://bukubiruku.com/filosofi-orang-jawa-tentang-kehidupan/
 

30 November 2017

Filosofi Hidup Orang Jawa yang Bisa Bikin Kamu Lebih Bahagia

Setiap manusia, pasti punya falsafah masing-masing. Falsafah atau filosofi dipegang teguh dalam perjalanan hidup. Indonesia punya banyak sekali falsafah baik dan unik. Salah satunya adalah falsafah orang Jawa.

Falsafah Jawa memang terkenal dalam dan penuh makna. Nah, kalau kamu salah satu orang Jawa, kamu pasti merasakan betapa manfaatnya falsafah ini terhadap hidupmu.


1. Alon-alon waton kelakon.

Artinya pelan-pelan asal selamat. Kedengarannya simpel ya tetapi sebenarnya filosofi ini memiliki makna yang mendalam. Disini kita diajak untuk selalu berhati-hati, ulet, waspada, dan berusaha dalam menjalani hidup.


2. Aja gumunan, aja getunan, aja kagetan, aja aleman.

Artinya kita jangan mudah heran, mudah menyesal, mudah terkejut, dan manja. Filosofi ini mengajarkan kita untuk menjadi orang yang dapat menerima semua keadaan. Sehingga kita tidak akan membuat masalah buat diri kita dan diri orang lain.

3. Sapa nandur, bakalan ngunduh.

Ini soal karma. Bagi siapa yang mengumpulkan kebaikan maka suatu saat akan mendapatkan hasilnya. Orang yang banyak membantu orang lain, dia akan mendapatkan karma yang baik suatu hari nanti. Kita diajarkan untuk berlomba menanam kebaikan dimanapun kita berada. Ini juga bermakna kerja keras kita yang akan berhasil kelak.

4. Nerima ing pandum.

Filosofi tersebut artinya menerima segala pemberian. Kita sebaiknya bisa ikhlas dalam menghadapi segala hal yang terjadi didalam hidup kita. Hal ini ditunjukkan khususnya agar kita tidak menjadi orang yang serakah dan menginginkan hak milik orang lain.

5. Urip iku urup.

Hidup itu harus menyala. Jika mengikuti filosofi ini, kita diajak untuk membuat hidup kita menyala dengan membantu orang-orang disekitar kita. Intinya kita harus bisa memberi manfaat baik itu hal kecil maupun hal yang besar.

6. Aja kuminter mundak keblinger, aja cidra mundak cilaka.

Jangan merasa paling pintar biar kita tidak mau salah arah dan jangan suka mencurangi biar kita tidak mau celaka. Jadi ingat koruptor sama orang yang mencuri ya. Mereka paling pintar dan salah arah, mereka juga mencurangi banyak orang, makanya jadi celaka. Kita harus bisa selalu rendah hati ya...


7. Sak bejo-bejone wong kang lali isih bejo wong kang eling lan waspodo.

Filosofi ini didapat dari kitab Ronggo Warsita pujangga dari tanah Jawa. Arti dari filosofi tersebut adalah orang yang paling beruntung itu orang yang selalu ingat kepada yang Kuasa dan berhati-hati dalam menjalani hidup. Dalam ya guys maknanya.

8. Ngunduh wohing pakarti.

Semua orang akan mendapatkan akibat dari segala perilakunya sendiri. Jadi, kita tidak perlu menyalahkan dan mencari kesalahan orang lain karena bisa saja itu adalah akibat dari apa yang kita lakukan sendiri. Jadi, kita harus ingat untuk berhati-hati dalam betindak.

9. Ngluruk tanpa bala, menang tanpa ngasorake, sekti tanpa aji-aji, sugih tanpa bandha.

Menyerbu tanpa bala tentara, menang tanpa merendahkan, kesaktian tanpa ajian, kekayaan tanpa kemewahan merupakan arti dari filosofi ini. Makna dari kata-kata tersebut adalah kita sebaiknya menjadi pemberani meski berjuang sendirian dan selalu menjaga wibawa serta selalu bersyukur.

10. Ajining diri saka lathi, ajining raga saka busana.

Arti dari filosofi ini adalah kehormatan diri berasal dari lisan dan kehormatan raga berasal dari pakaian. Bagi orang Jawa cara berpakaian itu menentukan kehormatan raga dan cara berbicara menunjukkan kehormatan diri seseorang. Penampilan dan ucapan kita mempengaruhi bagaimana orang bereaksi dan menghargai kita.

11. Becik kethitik ala ketara.

Nah filosofi yang satu ini artinya kebaikan akan terlihat dan kejahatan juga akan nampak. Semua perbuatan akan nampak tidak peduli itu baik maupun buruk. Ini adalah ajaran untuk kita agar memperbanyak perbuatan yang baik. Jika berbuat buruk dan disembunyikan, maka suatu saat perbuatan itu juga akan terbongkar.

Filosofi-filosofi di atas merupakan petuah dan ajaran dari leluhur dan banyak yang sudah terlupakan. Ada baiknya kita sebagai generasi muda memilih dan mengambil pelajaran yang dapat kita petik dari makna filosofi-filosofi tersebut.


----------------------------------


Berikut kumpulan falsafah orang jawa tentang kehidupan beserta arti penjelasannya erat dengan pedoman hidup masyarakat Jawa :

“Sura Dira Jayaningrat, Lebur Dening Pangastuti"

Artinya segala sifat keras hati, picik, angkara murka, hanya bisa dikalahkan dengan sikap bijak, lembut hati dan sabar.


“Memayu Hayuning Bawana, Ambrasta dur Hangkara"

Maksunya Manusia hidup di dunia harus mengusahakan keselamatan, kebahagiaan dan kesejahteraan; serta memberantas sifat angkara murka, serakah dan tamak).


“Urip Iku Urup" (Hidup itu Nyala)

Maksunya Hidup itu hendaknya memberi manfaat bagi orang lain disekitar kita, semakin besar manfaat yang bisa kita berikan tentu akan lebih baik, tapi sekecil apapun manfaat yang dapat kita berikan, jangan sampai kita menjadi orang yang meresahkan masyarakat.


“Aja Gumunan, Aja Getunan, Aja Kagetan, Aja Aleman"
Maksunya Jangan mudah terheran-heran, Jangan mudah menyesal, Jangan mudah terkejut- kejut, Jangan mudah kolokan atau manja.

“Datan Serik Lamun Ketaman, Datan Susah Lamun Kelangan"

Maksunya Jangan gampang sakit hati manakala musibah menimpa diri; Jangan sedih manakala kehilangan sesuatu.

“Ngluruk Tanpa Bala, Menang Tanpa Ngasorake, Sekti Tanpa Aji-Aji, Sugih Tanpa Bandha"

Maksunya Berjuang tanpa perlu membawa massa, Menang tanpa merendahkan atau mempermalukan. Berwibawa tanpa mengandalkan kekuasaan, kekuatan, kekayaan atau keturunan, Kaya tanpa didasari kebendaan.

“Aja Milik Barang Kang Melok, Aja Mangro Mundak Kendo"

Maksunya Jangan tergiur oleh hal-hal yang tampak mewah, cantik, indah; Jangan berfikir mendua agar tidak kendor niat dan kendor semangat.

FILOSOFI JAWA KUNO

“Aja Kuminter Mundak Keblinger, Aja Cidra Mundak Cilaka"


Maksunya Jangan merasa paling pandai agar tidak salah arah, jangan suka berbuat curang agar tidak celaka.

“Aja Ketungkul Marang Kalungguhan, Kadonyan lan Kemareman"

Maksunya Janganlah terobsesi atau terkungkung oleh keinginan untuk memperoleh kedudukan, kebendaan dan kepuasan duniawi.

“Nerimo ing pandum"
Makna dari kata adalah mengandung Arti yang mendalam menunjukan pada sikap Kejujuran, keiklasan, ringan dalam bekerja dan ketidakinginan untuk korupsi.

Inti filosofi ini adalah Orang harus iklas menerima hasil dari usaha yang sudah dia kerjakan.

“Alon-alon waton klakon"

Maksunya Filosofi ini sebenarnya berisikan pesan tentang safety/keselamatan. Padahal kandungan maknanya sangat dalam. Filosofi ini mengisyaratkan tentang kehati-hatian, waspada, istiqomah, keuletan, dan yang jelas tentang safety.

“Aja Adigang, Adigung, Adiguno"

Maksudnya adalah Jaga kelakuan / tatakrama, jangan sombong dengan kekuatan, kedudukan, ataupun latarbelakangmu.

FILOSOFI JAWA TENTANG CINTA

“Mangan ora mangan sing penting ngumpul"


Maksunya Makan tidak makan yang terpenting adalah bisa berkumpul (kebersamaan).

Filosofi ini merupakan sebuah peribahasa. Kalimat peribahasa tidaklah tepat jika diartikan secara aktual.

Filosofi ini sangatlah penting bagi kehidupan berdemokrasi. Kalau bangsa kita ini mendasarkan demokrasi dengan falsafah diatas pastinya negara kita akan aman, tentram dan sejahtera.

Filsafah “Mangan ora mangan” melambangkan eforia demokrasi, yang mungkin satu pihak mendapatkan sesuatu (kekuasaan) sedangkan pihak yang lain tidak. Yang tidak dapat apa-apa tetap legowo atau menerima dengan lapang dada.

Dan kata dari “Sing penting ngumpul” melambangkan berpegang teguh pada persatuan, kebersamaan, yang artinya bersatu untuk tujuan bersama.

Filosofi dari kalimat peribahasa “Mangan ora mangan sing penting kumpul” adalah filosofi yang cocok yang dapat mendasari kehidupan demokrasi bangsa Indonesia agar tujuan bangsa ini terwujud.

“Wong jowo iki gampang di tekuk – tekuk"
Maksud dari Filosofi ini juga merupakan ungkapan peribahasa yang dalam bahasa Indonesia adalah 

‘Orang Jawa itu mudah ditekuk-tekuk’.

Ungkapan ini menunjukan orang jawa itu fleksibel dalam kehidupan. Kemudahan bergaul dan kemampuan hidup di level manapun baik kaya, miskin, pejabat atau pesuruh sekali pun. Orang yang memegang filosofi ini akan selalu giat dalam bekerja dan selalu ulet dalam menggapai cita-citanya.

“Saiki jaman edan yen ora edan ora komanan, sing bejo sing eling lan waspodo"


Maksudnya adalah sekarang zaman edan (gila), yang nggak endan nggak bakal kebagian, Hanya orang yang ingat kepada Allah dan waspada yang beruntung.

Disini saja juga tidak cukup dan waspada terhadap duri-duri kehidupan yang setiap saat bisa datang dan menghujam kehidupan, sehingga bisa mengakibatkan musibah yang berkepanjangan

Itulah beberapa pandangan hidup, pedoman dan prinsip yang telah diterapkan sejak dahulu yang biasa menjadi nasehat orang jawa. Filosofi jawa meskipun kini semakin luntur dimakan zaman, namun akan selalu tertancap di jiwa orang jawa.



-----------------------------------------------------------

NGELMU PRING, FILOSOFI HIDUP ORANG JAWA


Bambu sebagai salah satu aspek dalam unsur kebudayaan dan kepercayaan masyarakat juga dapat ditemui dalam masyarakat Jawa. Sebagai salah satu etnis terbesar di Indonesia bahkan di Asia Tenggara, masyarakat Jawa memiliki berbagai filosofi hidup yang berkaca dari alam sekitar. Seperti pohon bambu, yang tak luput dari penganalogian falsafah Jawa, selanjutnya falsafah bambu sebagai pedoman hidup ini dikenal dengan Ngelmu Pring (Belajar dari Bambu) yang merupakan salah satu gambaran karakteristik orang Jawa.



Karakteristik Kultural Masyarakat Jawa
Seorang antropolog Niels Mulder dalam bukunya Mistisme Jawa : Ideologi di Indonesia menjelaskan bahwa etnis Jawa di Indonesia berjumlah lebih dari 40 persen dan 85 persen diantaranya memeluk agama Islam, namun beda secara kultural dan tradisi. Tradisi Jawa dihimpun dari kesusasteraan Sansekerta selama ribuan tahun seperti Pararaton, Negarakertagama, dan Babad Tanah Jawi. Dari sini kemudian muncullah ajaran Kejawen, dan Kejawen bukan kategori religius melainkan lebih kepada etika dan sebuah gaya hidup yang diilhami dari pemikiran Jawa.

Sementara itu salah seorang Indonesianis Ben Anderson dalam tulisannya Mitologi dan Toleransi Orang Jawa menyebutkan bahwa karakteristik orang sebagaimana tercermin dalam dunia Wayang. Wayang adalah pandangan moral yang menjadi pedoman terhadap perilaku orang Jawa. Disana tergambar sifat-sifat manusia yang dicerminkan lewat tokoh didalamnya.

Analogi yang demikianlah pada akhirnya memunculkan falsafah-falsafah dalam kehidupan masyarakat Jawa. Oleh karena itulah terkadang orang Jawa memiliki kehidupan yang sangat spesifik. Ki Ageng Soerja Mentaraman, salah seorang filsuf Jawa menyebutkan bahwa manusia sendirilah yang mampu mencapai kesempurnaan dan mengembangkan pengetahuan diri dan pemahaman mereka tentang suatu kehidupan.

Pengembangan pengetahuan dapat diperoleh dengan berbagai macam cara, termasuk diantaranya adalah dengan memahami dan memaknai keberadaan alam lingkungan sekitar. Lalu menganalogikan sesuatu lantas menjadikannya sebuah falsafah dan petuah hidup bijak . Dan salah satu yang dapat dianalogikan adalah pohon bambu atau dikenal sebagai Ngelmu Pring.


Beragam Jenis Bambu dan Filosofinya bagi Orang Jawa

Bambu atau Pring dalam bahasa Jawa, memiliki berbagai ragam jenis diantaranya bambu kuning (pring kuning), bambu cendhani, bambu apus, bambu wuluh, dheling, petung, dan bambu ori. Nama dari jenis bambu tersebut dalam falsafah hidup orang Jawa memiliki makna-makna filosofis tertentu. Adapun diantara filosofis diantaranya adalah :

“Pring Dheling tegese Kendhel lan Eling, kendhel mergo eling timbang grundel nganti suwing..” (Memiliki arti bahwa orang hidup haruslah tau diri dan selalu mawas diri, jangan selalu menggerutu dalam menjalani kehidupan).

“Pring Ori, urip iku..mati kabeh seng urip mesti bakale mati..” Artinya adalah, hidup itu mati dan semua yang hidup pasti mati.

Pring Wuluh, urip iku tuwuh ojo mung emboh ethok-ethok ora eruh..” Bagian ini memiliki artian bahwa hidup itu tuwuh, selalu dinamis, dan jadi orang janganlah bersikap acuh dan pura-pura tidak tahu menahu apa yang seharusnya kita ketahui.

“Pring Cendhani, urip iku wani ngadepi ojo mlayu mergo wedhi..”. Dalam menjalani hidup kita haruslah jadi seorang pemberani, berani menghadapi segala situasi dan jangan lari karena takut.

“Pring Kuning, urip iku eling wajib podo eling marang sing peparing..”. Pesan dari wejangan tersebut adalah, hidup harus selalu ingat pada Sang Maha Pengasih.

“Pring Apus, urip iku lampus dadi wong urip ojo apus-apus..
”. Walaupun hidup dinamis, namun hidup juga mudah rapuh atau lampus. Maka dari itu orang janganlah suka berbohong agar hidup kita tidak semakin rapuh.

“Pring Petung, urip iku suwung senajan suwung nanging ojo podo nganti bingung..” Hidup itu selalu dipenuhi masalah, dan terkadang masalah membuat kita semakin suntuk suwung. Namun, meskipun hidup penuh masalah kita hendaknya jangan selalu bingung.

Falsafah Ngelmu Pring juga menyebutkan bahwa 

“Pring kuwi suket, dhuwur tur jejeg rejeki seret ora usah podo buneg…”. Artinya adalah, walaupun bambu adalah masuk dalam keluarga rumput namun dapat berdiri tegak, walaupun rejeki sedang seret hendaknya jangan terlalu suntuk. 

Selain itu dalam Ngelmu Pring, kita diajarkan bagaimana hendaknya kita selalu ingat akan mati sebagaimana pada penggalan “Menungsa podo eling yen tekan titi wancine bakal digotong anggo pring, bali neng ngisor lemah podo ngisor oyot pring…”. Hal tersebut memiliki arti yang sangat mendalam, apabila manusia sudah sampai waktunya (dalam hal ini mati) juga akan diusung dengan keranda yang terbuat dari bambu menuju ke tempat peristirahatan terakhir. Sebagaimana hal ini dapat kita temui dalam upacara kematian masyarakat pedesaan Jawa. Setelah diusung dan dimakamkan, maka sang manusia tersebut akan kembali kepada bumi dan beriringan dengan akar-akar bambu.

Masyarakat Jawa juga memiliki prinsip bahwa hidup itu berjalan seperti air, dan kita mengalir bersamanya. Pun demikian dengan bambu yang memiliki sifat “Ora gampang tugel, merga iso melur…”, (tak mudah patah, karena lentur). 

Bagi masyarakat Jawa sifat bambu yang sedemikian memiliki makna yakni “Urip kuwi ojo podo kaku, meluro lan pasraho. Ojo mangu-mangu, nging terus mlaku..”. Dalam menjalani hidup kita jangalah menjadi orang yang kaku, bersikaplah melentur atau fleksibel dalam artian kita selalu bersikap terbuka dan membuka diri. Hidup juga hendaknya jangan berpangku tangan, terus berjalan dan berusaha hingga Tuhan menunjukkan hasilnya. Usaha tersebut juga dibarengi dengan doa agar hidup selalu dalam lindungan Tuhan yang mengatur seluruh hidup kita.

Hidup juga janganlah berlebihan harta, konsumtif dan hedonis, hiduplah secukupnya. Bagi orang Jawa, apabila hidup dalam keadaan “Cukup sandang pangan papan, urip bakal mukti pakarti..”. Dengan artian bahwa apabila kita hidup berkecukupan dari segi sandang, pangan, dan papan maka hidup kita akan selalu bermakna jika dibarengi dengan budi pekerti yang luhur.


--------------------------------


Makna dari ungkapan-ungkapan Jawa ini seringkali tidak dipahami oleh sebagian besar keturunan etnis Jawa di era modern ini. Maka tidak salah, jika muncul sebutan, “Wong Jowo sing ora njawani”.

Filosofi Jawa dinilai sebagai hal yang kuno, ndeso dan ketinggalan jaman. Padahal, filosofi leluhur tersebut berlaku terus sepanjang hidup. Warisan budaya pemikiran orang Jawa ini bahkan mampu menambah wawasan kebijaksanaan dan mengajarkan hidup kita agar senantiasa “Eling lan Waspodo”.


Berikut kumpulan falsafah beserta arti penjelasannya yang menjadi pedoman hidup masyarakat Jawa:


1. Urip Iku Urup (Hidup itu Nyala),
Hidup itu hendaknya memberi manfaat bagi orang lain disekitar kita, semakin besar manfaat yang bisa kita berikan tentu akan lebih baik, tapi sekecil apapun manfaat yang dapat kita berikan, jangan sampai kita menjadi orang yang meresahkan masyarakat.

2. Memayu Hayuning Bawana, Ambrasta dur Hangkara
Maksunya Manusia hidup di dunia harus mengusahakan keselamatan, kebahagiaan dan kesejahteraan; serta memberantas sifat angkara murka, serakah dan tamak).

3. Sura Dira Jayaningrat, Lebur Dening Pangastuti
Artinya segala sifat keras hati, picik, angkara murka, hanya bisa dikalahkan dengan sikap bijak, lembut hati dan sabar.

4. Ngluruk Tanpa Bala, Menang Tanpa Ngasorake, Sekti Tanpa Aji-Aji, Sugih Tanpa Bandha
Artinya Berjuang tanpa perlu membawa massa, Menang tanpa merendahkan atau mempermalukan. Berwibawa tanpa mengandalkan kekuasaan, kekuatan, kekayaan atau keturunan, Kaya tanpa didasari kebendaan.

5. Datan Serik Lamun Ketaman, Datan Susah Lamun Kelangan
Jangan gampang sakit hati manakala musibah menimpa diri; Jangan sedih manakala kehilangan sesuatu.

6. Aja Gumunan, Aja Getunan, Aja Kagetan, Aja Aleman
Jangan mudah terheran-heran, Jangan mudah menyesal, Jangan mudah terkejut- kejut, Jangan mudah kolokan atau manja.

7. Aja Ketungkul Marang Kalungguhan, Kadonyan lan Kemareman
Janganlah terobsesi atau terkungkung oleh keinginan untuk memperoleh kedudukan, kebendaan dan kepuasan duniawi.

8. Aja Kuminter Mundak Keblinger, Aja Cidra Mundak Cilaka
Jangan merasa paling pandai agar tidak salah arah, jangan suka berbuat curang agar tidak celaka.

9. Aja Milik Barang Kang Melok, Aja Mangro Mundak Kendo.
Jangan tergiur oleh hal-hal yang tampak mewah, cantik, indah; Jangan berfikir mendua agar tidak kendor niat dan kendor semangat.

10. Aja Adigang, Adigung, Adiguno
Maksudnya adalah Jaga kelakuan / tatakrama, jangan sombong dengan kekuatan, kedudukan, ataupun latarbelakangmu.

11. Alon-alon waton klakon
Filosofi ini sebenarnya berisikan pesan tentang safety/keselamatan. Padahal kandungan maknanya sangat dalam. Filosofi ini mengisyaratkan tentang kehati-hatian, waspada, istiqomah, keuletan, dan yang jelas tentang safety.

12. Nerimo ing pandum.
Makna dari kata tersebut mengandung Arti yang mendalam menunjukan pada sikap Kejujuran, keiklasan, ringan dalam bekerja dan ketidakinginan untuk korupsi.
Inti filosofi ini adalah Orang harus iklas menerima hasil dari usaha yang sudah dia kerjakan.

13. Saiki jaman edan yen ora edan ora komanan, sing bejo sing eling lan waspodo.
Artinya sekarang zaman edan, yang gak enda gak bakal kebagian; Hanya orang yang ingat kepada Allah yang beruntung. disini saja juga tidak cukup dan waspada terhadap duri-duri kehidupan yang setiap saat bisa datang dan menghujam kehidupan, sehingga bisa mengakibatkan musibah yang berkepanjangan.

14. Mangan ora mangan sing penting ngumpul.
Artinya Makan tidak makan yang terpenting adalah dapat berkumpul (kebersamaan).

Filosofi ini adalah sebuah peribahasa. Kalimat peribahasa tidaklah tepat kalau diartikan secara aktual. Filosofi ini sangat penting bagi kehidupan berdemokrasi. Kalau bangsa kita mendasarkan demokrasi dengan falsafah diatas saya yakin negara kita pasti akan aman, tentram dan sejahtera. Istilah "Mangan ora mangan" melambangkan eforia demokrasi, yang mungkin satu pihak mendapatkan sesuatu (kekuasaan) dan yang lain pihak tidak. Yang tidak dapat apa-apa tetap legowo atau menerima dengan lapang dada.

Dan kata dari "Sing penting ngumpul" melambangkan berpegang teguh pada persatuan, yang artinya bersatu untuk tujuan bersama.

Filosofi dari kalimat peribahasa "Mangan ora mangan sing penting kumpul" adalah filosofi yang cocok yang bisa mendasari kehidupan demokrasi bangsa Indonesia agar tujuan bangsa ini tercapai.

15. Wong jowo iki gampang di tekuk - tekuk.
Filosofi ini juga berupa ungkapan peribahasa yang dalam bahasa Indonesia adalah 'Orang Jawa itu mudah ditekuk-tekuk'. Ungkapan ini menunjukan fleksibelitas dari orang jawa dalam kehidupan. Kemudahan bergaul dan kemampuan hidup di level manapun baik miskin, kaya, pejabat atau pesuruh sekali pun. Orang yang memegang filosofi ini akan selalu giat bekerja dan selalu ulet dalam meraih cita-citanya.

Makna Falsafah Jawa: "Suro Diro Jayaningrat Lebur Dening Pangastuti".




Suro Diro Joyoningrat Lebur Dening Pangastuti merupakan suatu ungkapan bahasa Jawa yang mempunyai makna filosofis yang amat dalam.

Penggalan kalimat ini merupakan tuntunan bagi para pemimpin secara khusus dan umat manusia pada umumnya ketika menghadapi suatu masalah besar yang menghadang.

Ungkapan tersebut bisa dijadikan suatu motivasi bagi kita dalam menapaki jenjang spiritual yang agung sebagai wacana dalam mengarungi samudera kehidupan.

Dari uraian kata perkataan "Suro Diro Joyoningrat Lebur Dening Pangastuti" dapat diartikan sebagai berikut:

Suro = Keberanian. Bahwa dalam diri manusia sudah tersimpan benih-benih sifat keberanian, terkadang sifat ini bermakna positif dan negatif. Ketika sifat berani lepas dari kendali, maka seseorang bisa terpengaruh melakukan kejahatan, kesewenang-wenangan dan angkara murka.

Diro = Kekuatan. Seiring dengan keberanian, ada pula kekuatan yang dianugerahkan Yang Maha Kuasa pada diri manusia, baik kekuatan lahir maupun kekuatan batin yang luar biasa.

Sama halnya dengan keberanian, jika potensi kekuatan tidak terarah, maka akan lahirlah sikap angkara murka dan kedurjanaan.

Joyo = Kejayaan. Kejayaan adalah hasil dari keberanian dan kekuatan, baik dalam arti positif dan negatif. Manakala manusia sudah mencapai puncak kejayaannya dan lepas dari kendali nurani yang terjadi adalah manusia tersebut menjadi sombong, congkak , angkuh atau jauh dari nilai-nilai moral atau pun agama.

Ningrat = Terpandang atau bergelimang dengan kenikmatan duniawi. Ningrat disini bisa diartikan sebagai gelar kebangsawanan atau seorang pejabat yang serba kecukupan dan senantiasa hidup dalam gelimang harta.

Lebur = Hancur. Bisa juga diartikan sebagai hancur, sirna, tunduk atau menyerah dan kalah.

Dening = Dengan. Kata sambung.

Pangastuti = Kasih Sayang. Yaitu benih-benih kebaikan, baik dalam arti ibadah kepada kepada Tuhan Yang Maha Kuasa ataupun berbuat baik kepada sesama manusia.

Dengan demikian, maka secara umum kalimat “Surodiro Joyoningrat, Lebur Dening Pangastuti" memiliki arti dan pengertian sebagai berikut:

"Semua bentuk angkara murka yang bertahta dalam diri manusia akan dapat dihilangkan dengan sifat sifat lemah lembut, kasih sayang dan kebaikan"

Atau juga dapat diartikan: segala kekuatan jahat akan dapat dihilangkan dengan kebaikan dan kebenaran.

Bahwa semua bentuk angkara murka yang bertahta dalam diri manusia, akan sirna dengan sifat lembut, kasih sayang yang didasari dengan menyembah kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Artinya, angkara murka tidak dapat dihilangkan dengan angkara murka. Dengan kata lain, api tidak dapat dipadamkan dengan api. tapi api dapat dipadamkan dengan air.

Membalas suatu kejahatan dengan kejahatan lain tidak akan menyelesaikan masalah, justru yang timbul adalah masalah yang lebih hebat dan lebih besar.

kredit - http://www.putramelayu.web.id/2015/01/makna-falsafah-jawa-suro-diro.html