12 April 2022

30 November 2017

Filosofi Hidup Orang Jawa yang Bisa Bikin Kamu Lebih Bahagia

Setiap manusia, pasti punya falsafah masing-masing. Falsafah atau filosofi dipegang teguh dalam perjalanan hidup. Indonesia punya banyak sekali falsafah baik dan unik. Salah satunya adalah falsafah orang Jawa.

Falsafah Jawa memang terkenal dalam dan penuh makna. Nah, kalau kamu salah satu orang Jawa, kamu pasti merasakan betapa manfaatnya falsafah ini terhadap hidupmu.


1. Alon-alon waton kelakon.

Artinya pelan-pelan asal selamat. Kedengarannya simpel ya tetapi sebenarnya filosofi ini memiliki makna yang mendalam. Disini kita diajak untuk selalu berhati-hati, ulet, waspada, dan berusaha dalam menjalani hidup.


2. Aja gumunan, aja getunan, aja kagetan, aja aleman.

Artinya kita jangan mudah heran, mudah menyesal, mudah terkejut, dan manja. Filosofi ini mengajarkan kita untuk menjadi orang yang dapat menerima semua keadaan. Sehingga kita tidak akan membuat masalah buat diri kita dan diri orang lain.

3. Sapa nandur, bakalan ngunduh.

Ini soal karma. Bagi siapa yang mengumpulkan kebaikan maka suatu saat akan mendapatkan hasilnya. Orang yang banyak membantu orang lain, dia akan mendapatkan karma yang baik suatu hari nanti. Kita diajarkan untuk berlomba menanam kebaikan dimanapun kita berada. Ini juga bermakna kerja keras kita yang akan berhasil kelak.

4. Nerima ing pandum.

Filosofi tersebut artinya menerima segala pemberian. Kita sebaiknya bisa ikhlas dalam menghadapi segala hal yang terjadi didalam hidup kita. Hal ini ditunjukkan khususnya agar kita tidak menjadi orang yang serakah dan menginginkan hak milik orang lain.

5. Urip iku urup.

Hidup itu harus menyala. Jika mengikuti filosofi ini, kita diajak untuk membuat hidup kita menyala dengan membantu orang-orang disekitar kita. Intinya kita harus bisa memberi manfaat baik itu hal kecil maupun hal yang besar.

6. Aja kuminter mundak keblinger, aja cidra mundak cilaka.

Jangan merasa paling pintar biar kita tidak mau salah arah dan jangan suka mencurangi biar kita tidak mau celaka. Jadi ingat koruptor sama orang yang mencuri ya. Mereka paling pintar dan salah arah, mereka juga mencurangi banyak orang, makanya jadi celaka. Kita harus bisa selalu rendah hati ya...


7. Sak bejo-bejone wong kang lali isih bejo wong kang eling lan waspodo.

Filosofi ini didapat dari kitab Ronggo Warsita pujangga dari tanah Jawa. Arti dari filosofi tersebut adalah orang yang paling beruntung itu orang yang selalu ingat kepada yang Kuasa dan berhati-hati dalam menjalani hidup. Dalam ya guys maknanya.

8. Ngunduh wohing pakarti.

Semua orang akan mendapatkan akibat dari segala perilakunya sendiri. Jadi, kita tidak perlu menyalahkan dan mencari kesalahan orang lain karena bisa saja itu adalah akibat dari apa yang kita lakukan sendiri. Jadi, kita harus ingat untuk berhati-hati dalam betindak.

9. Ngluruk tanpa bala, menang tanpa ngasorake, sekti tanpa aji-aji, sugih tanpa bandha.

Menyerbu tanpa bala tentara, menang tanpa merendahkan, kesaktian tanpa ajian, kekayaan tanpa kemewahan merupakan arti dari filosofi ini. Makna dari kata-kata tersebut adalah kita sebaiknya menjadi pemberani meski berjuang sendirian dan selalu menjaga wibawa serta selalu bersyukur.

10. Ajining diri saka lathi, ajining raga saka busana.

Arti dari filosofi ini adalah kehormatan diri berasal dari lisan dan kehormatan raga berasal dari pakaian. Bagi orang Jawa cara berpakaian itu menentukan kehormatan raga dan cara berbicara menunjukkan kehormatan diri seseorang. Penampilan dan ucapan kita mempengaruhi bagaimana orang bereaksi dan menghargai kita.

11. Becik kethitik ala ketara.

Nah filosofi yang satu ini artinya kebaikan akan terlihat dan kejahatan juga akan nampak. Semua perbuatan akan nampak tidak peduli itu baik maupun buruk. Ini adalah ajaran untuk kita agar memperbanyak perbuatan yang baik. Jika berbuat buruk dan disembunyikan, maka suatu saat perbuatan itu juga akan terbongkar.

Filosofi-filosofi di atas merupakan petuah dan ajaran dari leluhur dan banyak yang sudah terlupakan. Ada baiknya kita sebagai generasi muda memilih dan mengambil pelajaran yang dapat kita petik dari makna filosofi-filosofi tersebut.


----------------------------------


Berikut kumpulan falsafah orang jawa tentang kehidupan beserta arti penjelasannya erat dengan pedoman hidup masyarakat Jawa :

“Sura Dira Jayaningrat, Lebur Dening Pangastuti"

Artinya segala sifat keras hati, picik, angkara murka, hanya bisa dikalahkan dengan sikap bijak, lembut hati dan sabar.


“Memayu Hayuning Bawana, Ambrasta dur Hangkara"

Maksunya Manusia hidup di dunia harus mengusahakan keselamatan, kebahagiaan dan kesejahteraan; serta memberantas sifat angkara murka, serakah dan tamak).


“Urip Iku Urup" (Hidup itu Nyala)

Maksunya Hidup itu hendaknya memberi manfaat bagi orang lain disekitar kita, semakin besar manfaat yang bisa kita berikan tentu akan lebih baik, tapi sekecil apapun manfaat yang dapat kita berikan, jangan sampai kita menjadi orang yang meresahkan masyarakat.


“Aja Gumunan, Aja Getunan, Aja Kagetan, Aja Aleman"
Maksunya Jangan mudah terheran-heran, Jangan mudah menyesal, Jangan mudah terkejut- kejut, Jangan mudah kolokan atau manja.

“Datan Serik Lamun Ketaman, Datan Susah Lamun Kelangan"

Maksunya Jangan gampang sakit hati manakala musibah menimpa diri; Jangan sedih manakala kehilangan sesuatu.

“Ngluruk Tanpa Bala, Menang Tanpa Ngasorake, Sekti Tanpa Aji-Aji, Sugih Tanpa Bandha"

Maksunya Berjuang tanpa perlu membawa massa, Menang tanpa merendahkan atau mempermalukan. Berwibawa tanpa mengandalkan kekuasaan, kekuatan, kekayaan atau keturunan, Kaya tanpa didasari kebendaan.

“Aja Milik Barang Kang Melok, Aja Mangro Mundak Kendo"

Maksunya Jangan tergiur oleh hal-hal yang tampak mewah, cantik, indah; Jangan berfikir mendua agar tidak kendor niat dan kendor semangat.

FILOSOFI JAWA KUNO

“Aja Kuminter Mundak Keblinger, Aja Cidra Mundak Cilaka"


Maksunya Jangan merasa paling pandai agar tidak salah arah, jangan suka berbuat curang agar tidak celaka.

“Aja Ketungkul Marang Kalungguhan, Kadonyan lan Kemareman"

Maksunya Janganlah terobsesi atau terkungkung oleh keinginan untuk memperoleh kedudukan, kebendaan dan kepuasan duniawi.

“Nerimo ing pandum"
Makna dari kata adalah mengandung Arti yang mendalam menunjukan pada sikap Kejujuran, keiklasan, ringan dalam bekerja dan ketidakinginan untuk korupsi.

Inti filosofi ini adalah Orang harus iklas menerima hasil dari usaha yang sudah dia kerjakan.

“Alon-alon waton klakon"

Maksunya Filosofi ini sebenarnya berisikan pesan tentang safety/keselamatan. Padahal kandungan maknanya sangat dalam. Filosofi ini mengisyaratkan tentang kehati-hatian, waspada, istiqomah, keuletan, dan yang jelas tentang safety.

“Aja Adigang, Adigung, Adiguno"

Maksudnya adalah Jaga kelakuan / tatakrama, jangan sombong dengan kekuatan, kedudukan, ataupun latarbelakangmu.

FILOSOFI JAWA TENTANG CINTA

“Mangan ora mangan sing penting ngumpul"


Maksunya Makan tidak makan yang terpenting adalah bisa berkumpul (kebersamaan).

Filosofi ini merupakan sebuah peribahasa. Kalimat peribahasa tidaklah tepat jika diartikan secara aktual.

Filosofi ini sangatlah penting bagi kehidupan berdemokrasi. Kalau bangsa kita ini mendasarkan demokrasi dengan falsafah diatas pastinya negara kita akan aman, tentram dan sejahtera.

Filsafah “Mangan ora mangan” melambangkan eforia demokrasi, yang mungkin satu pihak mendapatkan sesuatu (kekuasaan) sedangkan pihak yang lain tidak. Yang tidak dapat apa-apa tetap legowo atau menerima dengan lapang dada.

Dan kata dari “Sing penting ngumpul” melambangkan berpegang teguh pada persatuan, kebersamaan, yang artinya bersatu untuk tujuan bersama.

Filosofi dari kalimat peribahasa “Mangan ora mangan sing penting kumpul” adalah filosofi yang cocok yang dapat mendasari kehidupan demokrasi bangsa Indonesia agar tujuan bangsa ini terwujud.

“Wong jowo iki gampang di tekuk – tekuk"
Maksud dari Filosofi ini juga merupakan ungkapan peribahasa yang dalam bahasa Indonesia adalah 

‘Orang Jawa itu mudah ditekuk-tekuk’.

Ungkapan ini menunjukan orang jawa itu fleksibel dalam kehidupan. Kemudahan bergaul dan kemampuan hidup di level manapun baik kaya, miskin, pejabat atau pesuruh sekali pun. Orang yang memegang filosofi ini akan selalu giat dalam bekerja dan selalu ulet dalam menggapai cita-citanya.

“Saiki jaman edan yen ora edan ora komanan, sing bejo sing eling lan waspodo"


Maksudnya adalah sekarang zaman edan (gila), yang nggak endan nggak bakal kebagian, Hanya orang yang ingat kepada Allah dan waspada yang beruntung.

Disini saja juga tidak cukup dan waspada terhadap duri-duri kehidupan yang setiap saat bisa datang dan menghujam kehidupan, sehingga bisa mengakibatkan musibah yang berkepanjangan

Itulah beberapa pandangan hidup, pedoman dan prinsip yang telah diterapkan sejak dahulu yang biasa menjadi nasehat orang jawa. Filosofi jawa meskipun kini semakin luntur dimakan zaman, namun akan selalu tertancap di jiwa orang jawa.



-----------------------------------------------------------

NGELMU PRING, FILOSOFI HIDUP ORANG JAWA


Bambu sebagai salah satu aspek dalam unsur kebudayaan dan kepercayaan masyarakat juga dapat ditemui dalam masyarakat Jawa. Sebagai salah satu etnis terbesar di Indonesia bahkan di Asia Tenggara, masyarakat Jawa memiliki berbagai filosofi hidup yang berkaca dari alam sekitar. Seperti pohon bambu, yang tak luput dari penganalogian falsafah Jawa, selanjutnya falsafah bambu sebagai pedoman hidup ini dikenal dengan Ngelmu Pring (Belajar dari Bambu) yang merupakan salah satu gambaran karakteristik orang Jawa.



Karakteristik Kultural Masyarakat Jawa
Seorang antropolog Niels Mulder dalam bukunya Mistisme Jawa : Ideologi di Indonesia menjelaskan bahwa etnis Jawa di Indonesia berjumlah lebih dari 40 persen dan 85 persen diantaranya memeluk agama Islam, namun beda secara kultural dan tradisi. Tradisi Jawa dihimpun dari kesusasteraan Sansekerta selama ribuan tahun seperti Pararaton, Negarakertagama, dan Babad Tanah Jawi. Dari sini kemudian muncullah ajaran Kejawen, dan Kejawen bukan kategori religius melainkan lebih kepada etika dan sebuah gaya hidup yang diilhami dari pemikiran Jawa.

Sementara itu salah seorang Indonesianis Ben Anderson dalam tulisannya Mitologi dan Toleransi Orang Jawa menyebutkan bahwa karakteristik orang sebagaimana tercermin dalam dunia Wayang. Wayang adalah pandangan moral yang menjadi pedoman terhadap perilaku orang Jawa. Disana tergambar sifat-sifat manusia yang dicerminkan lewat tokoh didalamnya.

Analogi yang demikianlah pada akhirnya memunculkan falsafah-falsafah dalam kehidupan masyarakat Jawa. Oleh karena itulah terkadang orang Jawa memiliki kehidupan yang sangat spesifik. Ki Ageng Soerja Mentaraman, salah seorang filsuf Jawa menyebutkan bahwa manusia sendirilah yang mampu mencapai kesempurnaan dan mengembangkan pengetahuan diri dan pemahaman mereka tentang suatu kehidupan.

Pengembangan pengetahuan dapat diperoleh dengan berbagai macam cara, termasuk diantaranya adalah dengan memahami dan memaknai keberadaan alam lingkungan sekitar. Lalu menganalogikan sesuatu lantas menjadikannya sebuah falsafah dan petuah hidup bijak . Dan salah satu yang dapat dianalogikan adalah pohon bambu atau dikenal sebagai Ngelmu Pring.


Beragam Jenis Bambu dan Filosofinya bagi Orang Jawa

Bambu atau Pring dalam bahasa Jawa, memiliki berbagai ragam jenis diantaranya bambu kuning (pring kuning), bambu cendhani, bambu apus, bambu wuluh, dheling, petung, dan bambu ori. Nama dari jenis bambu tersebut dalam falsafah hidup orang Jawa memiliki makna-makna filosofis tertentu. Adapun diantara filosofis diantaranya adalah :

“Pring Dheling tegese Kendhel lan Eling, kendhel mergo eling timbang grundel nganti suwing..” (Memiliki arti bahwa orang hidup haruslah tau diri dan selalu mawas diri, jangan selalu menggerutu dalam menjalani kehidupan).

“Pring Ori, urip iku..mati kabeh seng urip mesti bakale mati..” Artinya adalah, hidup itu mati dan semua yang hidup pasti mati.

Pring Wuluh, urip iku tuwuh ojo mung emboh ethok-ethok ora eruh..” Bagian ini memiliki artian bahwa hidup itu tuwuh, selalu dinamis, dan jadi orang janganlah bersikap acuh dan pura-pura tidak tahu menahu apa yang seharusnya kita ketahui.

“Pring Cendhani, urip iku wani ngadepi ojo mlayu mergo wedhi..”. Dalam menjalani hidup kita haruslah jadi seorang pemberani, berani menghadapi segala situasi dan jangan lari karena takut.

“Pring Kuning, urip iku eling wajib podo eling marang sing peparing..”. Pesan dari wejangan tersebut adalah, hidup harus selalu ingat pada Sang Maha Pengasih.

“Pring Apus, urip iku lampus dadi wong urip ojo apus-apus..
”. Walaupun hidup dinamis, namun hidup juga mudah rapuh atau lampus. Maka dari itu orang janganlah suka berbohong agar hidup kita tidak semakin rapuh.

“Pring Petung, urip iku suwung senajan suwung nanging ojo podo nganti bingung..” Hidup itu selalu dipenuhi masalah, dan terkadang masalah membuat kita semakin suntuk suwung. Namun, meskipun hidup penuh masalah kita hendaknya jangan selalu bingung.

Falsafah Ngelmu Pring juga menyebutkan bahwa 

“Pring kuwi suket, dhuwur tur jejeg rejeki seret ora usah podo buneg…”. Artinya adalah, walaupun bambu adalah masuk dalam keluarga rumput namun dapat berdiri tegak, walaupun rejeki sedang seret hendaknya jangan terlalu suntuk. 

Selain itu dalam Ngelmu Pring, kita diajarkan bagaimana hendaknya kita selalu ingat akan mati sebagaimana pada penggalan “Menungsa podo eling yen tekan titi wancine bakal digotong anggo pring, bali neng ngisor lemah podo ngisor oyot pring…”. Hal tersebut memiliki arti yang sangat mendalam, apabila manusia sudah sampai waktunya (dalam hal ini mati) juga akan diusung dengan keranda yang terbuat dari bambu menuju ke tempat peristirahatan terakhir. Sebagaimana hal ini dapat kita temui dalam upacara kematian masyarakat pedesaan Jawa. Setelah diusung dan dimakamkan, maka sang manusia tersebut akan kembali kepada bumi dan beriringan dengan akar-akar bambu.

Masyarakat Jawa juga memiliki prinsip bahwa hidup itu berjalan seperti air, dan kita mengalir bersamanya. Pun demikian dengan bambu yang memiliki sifat “Ora gampang tugel, merga iso melur…”, (tak mudah patah, karena lentur). 

Bagi masyarakat Jawa sifat bambu yang sedemikian memiliki makna yakni “Urip kuwi ojo podo kaku, meluro lan pasraho. Ojo mangu-mangu, nging terus mlaku..”. Dalam menjalani hidup kita jangalah menjadi orang yang kaku, bersikaplah melentur atau fleksibel dalam artian kita selalu bersikap terbuka dan membuka diri. Hidup juga hendaknya jangan berpangku tangan, terus berjalan dan berusaha hingga Tuhan menunjukkan hasilnya. Usaha tersebut juga dibarengi dengan doa agar hidup selalu dalam lindungan Tuhan yang mengatur seluruh hidup kita.

Hidup juga janganlah berlebihan harta, konsumtif dan hedonis, hiduplah secukupnya. Bagi orang Jawa, apabila hidup dalam keadaan “Cukup sandang pangan papan, urip bakal mukti pakarti..”. Dengan artian bahwa apabila kita hidup berkecukupan dari segi sandang, pangan, dan papan maka hidup kita akan selalu bermakna jika dibarengi dengan budi pekerti yang luhur.


--------------------------------


Makna dari ungkapan-ungkapan Jawa ini seringkali tidak dipahami oleh sebagian besar keturunan etnis Jawa di era modern ini. Maka tidak salah, jika muncul sebutan, “Wong Jowo sing ora njawani”.

Filosofi Jawa dinilai sebagai hal yang kuno, ndeso dan ketinggalan jaman. Padahal, filosofi leluhur tersebut berlaku terus sepanjang hidup. Warisan budaya pemikiran orang Jawa ini bahkan mampu menambah wawasan kebijaksanaan dan mengajarkan hidup kita agar senantiasa “Eling lan Waspodo”.


Berikut kumpulan falsafah beserta arti penjelasannya yang menjadi pedoman hidup masyarakat Jawa:


1. Urip Iku Urup (Hidup itu Nyala),
Hidup itu hendaknya memberi manfaat bagi orang lain disekitar kita, semakin besar manfaat yang bisa kita berikan tentu akan lebih baik, tapi sekecil apapun manfaat yang dapat kita berikan, jangan sampai kita menjadi orang yang meresahkan masyarakat.

2. Memayu Hayuning Bawana, Ambrasta dur Hangkara
Maksunya Manusia hidup di dunia harus mengusahakan keselamatan, kebahagiaan dan kesejahteraan; serta memberantas sifat angkara murka, serakah dan tamak).

3. Sura Dira Jayaningrat, Lebur Dening Pangastuti
Artinya segala sifat keras hati, picik, angkara murka, hanya bisa dikalahkan dengan sikap bijak, lembut hati dan sabar.

4. Ngluruk Tanpa Bala, Menang Tanpa Ngasorake, Sekti Tanpa Aji-Aji, Sugih Tanpa Bandha
Artinya Berjuang tanpa perlu membawa massa, Menang tanpa merendahkan atau mempermalukan. Berwibawa tanpa mengandalkan kekuasaan, kekuatan, kekayaan atau keturunan, Kaya tanpa didasari kebendaan.

5. Datan Serik Lamun Ketaman, Datan Susah Lamun Kelangan
Jangan gampang sakit hati manakala musibah menimpa diri; Jangan sedih manakala kehilangan sesuatu.

6. Aja Gumunan, Aja Getunan, Aja Kagetan, Aja Aleman
Jangan mudah terheran-heran, Jangan mudah menyesal, Jangan mudah terkejut- kejut, Jangan mudah kolokan atau manja.

7. Aja Ketungkul Marang Kalungguhan, Kadonyan lan Kemareman
Janganlah terobsesi atau terkungkung oleh keinginan untuk memperoleh kedudukan, kebendaan dan kepuasan duniawi.

8. Aja Kuminter Mundak Keblinger, Aja Cidra Mundak Cilaka
Jangan merasa paling pandai agar tidak salah arah, jangan suka berbuat curang agar tidak celaka.

9. Aja Milik Barang Kang Melok, Aja Mangro Mundak Kendo.
Jangan tergiur oleh hal-hal yang tampak mewah, cantik, indah; Jangan berfikir mendua agar tidak kendor niat dan kendor semangat.

10. Aja Adigang, Adigung, Adiguno
Maksudnya adalah Jaga kelakuan / tatakrama, jangan sombong dengan kekuatan, kedudukan, ataupun latarbelakangmu.

11. Alon-alon waton klakon
Filosofi ini sebenarnya berisikan pesan tentang safety/keselamatan. Padahal kandungan maknanya sangat dalam. Filosofi ini mengisyaratkan tentang kehati-hatian, waspada, istiqomah, keuletan, dan yang jelas tentang safety.

12. Nerimo ing pandum.
Makna dari kata tersebut mengandung Arti yang mendalam menunjukan pada sikap Kejujuran, keiklasan, ringan dalam bekerja dan ketidakinginan untuk korupsi.
Inti filosofi ini adalah Orang harus iklas menerima hasil dari usaha yang sudah dia kerjakan.

13. Saiki jaman edan yen ora edan ora komanan, sing bejo sing eling lan waspodo.
Artinya sekarang zaman edan, yang gak enda gak bakal kebagian; Hanya orang yang ingat kepada Allah yang beruntung. disini saja juga tidak cukup dan waspada terhadap duri-duri kehidupan yang setiap saat bisa datang dan menghujam kehidupan, sehingga bisa mengakibatkan musibah yang berkepanjangan.

14. Mangan ora mangan sing penting ngumpul.
Artinya Makan tidak makan yang terpenting adalah dapat berkumpul (kebersamaan).

Filosofi ini adalah sebuah peribahasa. Kalimat peribahasa tidaklah tepat kalau diartikan secara aktual. Filosofi ini sangat penting bagi kehidupan berdemokrasi. Kalau bangsa kita mendasarkan demokrasi dengan falsafah diatas saya yakin negara kita pasti akan aman, tentram dan sejahtera. Istilah "Mangan ora mangan" melambangkan eforia demokrasi, yang mungkin satu pihak mendapatkan sesuatu (kekuasaan) dan yang lain pihak tidak. Yang tidak dapat apa-apa tetap legowo atau menerima dengan lapang dada.

Dan kata dari "Sing penting ngumpul" melambangkan berpegang teguh pada persatuan, yang artinya bersatu untuk tujuan bersama.

Filosofi dari kalimat peribahasa "Mangan ora mangan sing penting kumpul" adalah filosofi yang cocok yang bisa mendasari kehidupan demokrasi bangsa Indonesia agar tujuan bangsa ini tercapai.

15. Wong jowo iki gampang di tekuk - tekuk.
Filosofi ini juga berupa ungkapan peribahasa yang dalam bahasa Indonesia adalah 'Orang Jawa itu mudah ditekuk-tekuk'. Ungkapan ini menunjukan fleksibelitas dari orang jawa dalam kehidupan. Kemudahan bergaul dan kemampuan hidup di level manapun baik miskin, kaya, pejabat atau pesuruh sekali pun. Orang yang memegang filosofi ini akan selalu giat bekerja dan selalu ulet dalam meraih cita-citanya.

No comments: