12 April 2022

30 August 2012

Pembahagian Harta Dalam Islam

Pembahagian harta secara faraid adalah kaedah terakhir pembahagian harta pusaka dalam Islam.

Mengikut pendapat ijma’ Ulama’, sebelum harta dibahagikan secara Faraidh, mestilah diselesaikan dahulu kos menguruskan jenazah, pembayaran hutang dan penyempurnaan wasiat. Hutang terbahagi kepada dua iaitu:
      1.       Hutang dengan Allah seperti haji, zakat, nazar dan kafarah.
      2.      Hutang dengan manusia.

Mazhab Syafi’e berpendapat hutang dengan Allah mesti diutamakan daripada hutang dengan manusia. Mazhab Maliki pula berpendapat hutang dengan manusia mesti diutamakan daripada hutang dengan Allah. Manakala Mazhab Hambali berpendapat ianya sama rata, tiada keutamaan antara keduanya.

Hanya maksimum sebanyak 1/3 daripada harta yang boleh diwasiatkan. Waris yang layak menerima harta melalui Faraidh tidak boleh menerima wasiat. Kaedah ini membolehkan anak angkat dan bukan waris menerima sebahagian daripada harta warisan.

Selepas menyelesaikan kos pengurusan, hutang dan wasiat, bolehlah baki harta dibahagikan secara Faraidh. Rukun Faraidh ada tiga iaitu adanya muwaris (orang yang meninggal dunia), adanya waris dan adanya harta peninggalan. Syarat-syarat untuk harta dibahagikan secara Faraidh adalah;
1. Muwaris benar-benar telah meninggal dunia.
2. Orang yang mewarisi pasti hidup ketika muwaris meninggal
3. Mengetahui pertalian di antara waris dengan muwaris, termasuk jelas jantinanya. Contoh : “Si A adalah anak lelaki si B.”

Manakala harta yang telah dihibahkan bukanlah sebahagian daripada harta sepeninggalan kerana ia berkuatkuasa sebelum kematian pemberi hibah. 

Terjermahan Al Quran mengenai Harta Warisan

Warisan







Warisan di awal Islam
Qs.2:180
Qs.4:7
Qs.8:72


Kewajiban-kewajiban yang berkaitan dengan warisan
Qs.4:11
Qs.4:12



Sebab-sebab terjadinya pewarisan






Pewarisan karena hubungan kerabat
Qs.4:11
Qs.4:176
Qs.8:75



Pewarisan karena hubungan perkawinan
Qs.4:12





Pewarisan karena hubungan wala'
Qs.4:33




Bagian-bagian warisan






Warisan karena sumpah setia
Qs.4:33





Ashobah (sisa)







Ashobah dari jalur anak
Qs.4:11





Ashobah dari jalur saudara
Qs.4:176




Faraidh (bagian tetap)







Warisan anak
Qs.4:11





Bagian ayah
Qs.4:11





Bagian ibu
Qs.4:11





Bagian anak wanita
Qs.4:11





Bagian suami
Qs.4:12





Bagian isteri
Qs.4:12





Bagian saudara wanita
Qs.4:176



Waris kalalah (mayit tidak meninggalkan anak atau orang tua)
Qs.4:12
Qs.4:176



Memberi sebagian warisan kepada selain ahli waris
Qs.4:8




[2.180]
Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapa dan karib kerabatnya secara makruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.
[2.181]
Maka barang siapa yang mengubah wasiat itu, setelah ia mendengarnya, maka sesungguhnya dosanya adalah bagi orang-orang yang mengubahnya. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
[2.182]
(Akan tetapi) barang siapa khawatir terhadap orang yang berwasiat itu, berlaku berat sebelah atau berbuat dosa, lalu ia mendamaikan antara mereka, maka tidaklah ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
 [4.6]
Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. Dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. Barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan barang siapa miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut. Kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. Dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas persaksian itu).
[4.7]
Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, dan bagi wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan.
[4.8]
Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan orang miskin, maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik.
[4.9]
Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.
[4.10]
Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara lalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).
[4.11]
Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar utangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
[4.12]
Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika istri-istrimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) sesudah dibayar utangnya. Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar utang-utangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudarat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syariat yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun.
 [4.33]
Bagi tiap-tiap harta peninggalan dari harta yang ditinggalkan ibu bapak dan karib kerabat, Kami jadikan pewaris-pewarisnya. Dan (jika ada) orang-orang yang kamu telah bersumpah setia dengan mereka, maka berilah kepada mereka bahagiannya. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu.
[4.34]
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.
 [4.176]
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki dan perempuan, maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

 [8.72]
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itu satu sama lain lindung-melindungi. Dan (terhadap) orang-orang yang beriman, tetapi belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban sedikit pun atasmu melindungi mereka, sebelum mereka berhijrah. (Akan tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada perjanjian antara kamu dengan mereka. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.

 [8.75]
Dan orang-orang yang beriman sesudah itu, kemudian berhijrah dan berjihad bersamamu maka orang-orang itu termasuk golonganmu (juga). Orang-orang yang mempunyai hubungan itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang kerabat) di dalam kitab Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.



Memanglah Al-Quran itu sumber rujukan muktamad, tetapi untuk memahaminya, kita dilarang buat tafsir sendiri. Sebab itulah kena rujuk para ulama'. Ulama' pun bukan semuanya mampu buat tafsir sendiri, mereka pun rujuk ulama' yang lebih muktabar yang membuat tafsir berdasarkan keseluruhan Al-Quran, hadis, dan ijtima' para sahabat. Contoh dalam kes pembahagian harta warisan, ada beberapa kes ijtima' sahabat telah diambil kira. Saya akui kalau orang biasa susah nak faham kes berikut, sebab kena mahir pengiraan yang asas terlebih dahulu.

Terdapat beberapa masalah Faraidh yang diselesaikan melalui ijma’ Sahabat. Antaranya adalah masalah Gharawain, di mana untuk menentukan bahagian ibu apabila

1. Perempuan meninggal, tinggal suami, ibu dan bapa
2. Lelaki meninggal, tinggal isteri, ibu dan bapa.

Sekiranya mengikut kebiasaan, dalam kes pertama, suami akan mendapat ½, ibu akan mendapat 1/3, manakala bapa mendapat 1/6. Kaedah ini disokong oleh Ibnu Abbas, seorang Sahabat yang juga merupakan pakar Faraidh. Pada pendapat Saidina Umar, bahagian bapa haruslah 2 kali ganda daripada bahagian ibu. Jadi suami akan mendapat 1/2, ibu akan mendapat 1/3 daripada baki 1/2 , iaitu 1/6, manakala bapa mendapat 2/3 daripada baki 1/2 menjadi 2/6.

Dalam kes kedua, Ibnu Abbas berpendapat isteri akan mendapat ¼, ibu akan mendapat 1/3, manakala bapa akan mendapat selebihnya sebagai ‘asabah iaitu 5/12. Pendapat Saidina Umar pula mengatakan isteri akan mendapat 1/4, ibu akan mendapat 1/3x3/4 = 1/4, manakala bapa akan mendapat selebihnya sebagai ‘asabah iaitu 1/2.

Dalam kedua-dua kes, pendapat Saidina Umar menjadikan bapa mendapat 2 kali ganda daripada ibu, selari dengan pembahagian harta pusaka antara anak lelaki dan anak perempuan. Jumhur ulama’ mengambil pendapat Saidina Umar. Kes ini juga dikenali sebagai kes Umaryatin sempena penyelesaianya diambil dari pendapat Saidina Umar Al-Khattab.



ARKIB : 06/03/2007
Mahkamah Tinggi Syariah tiada kuasa bicara tuntutan harta RM1bilion

KUALA LUMPUR 5 Mac – Mahkamah Tinggi Syariah di sini hari ini memutuskan bahawa ia tidak mempunyai bidang kuasa untuk membicarakan kes tuntutan harta peninggalan Allahyarham A.S. Dawood yang bernilai RM1 bilion di bawah hak milik syarikat Pasla Holdings Sdn. Bhd.

Keputusan itu dibuat oleh Hakim Syarie Mohamad Shakir Abdul Hamid ketika membenarkan bantahan oleh defendan keenam, Mohamad Ibrahim A.S. Dawood sekaligus membatalkan kes tuntutan harta yang dikemukakan oleh saudara sebapa Mohamad Ibrahim, Abdul Ravuff A.S. Dawood.
Ia bagaimanapun masih belum muktamad kerana peguam syarie, Dr. Mohd. Rafie Mohd. Shafie yang mewakili Abdul Ravuff telah memfailkan notis rayuan terhadap keputusan itu ke Mahkamah Rayuan Syariah.

Dalam keputusannya, Mohamad Shakir berkata, apabila timbul pertikaian yang melibatkan bidang-bidang yang tertakluk di bawah bidang kuasa Mahkamah Sivil, maka Mahkamah Syariah tidak mempunyai bidang kuasa.
Ini kerana, katanya, harta yang dikatakan dimiliki oleh Allahyarham itu bukanlah harta peribadinya yang mempunyai taklif mengikut hukum syarak tetapi di bawah syarikat Pasla Holdings dan bagi harta syarikat, ia tertakluk kepada Akta Syarikat 1965.
Beliau juga menyatakan bahawa mahkamah tidak mempunyai bidang kuasa berhubung tuduhan penipuan pindah milik saham harta-harta milik Pasla Holdings kepada balu Allahyarham memandangkan perkara itu telah diputuskan oleh Mahkamah Sivil.

Bantahan tersebut difailkan pada Jun 2005 oleh Mohammad Ibrahim. Dalam permohonan asalnya, Abdul Ravuff menamakan 24 defendan yang sebahagian besarnya terdiri daripada adik-beradiknya dan isteri-isteri Allahyarham.
Defendan diwakili oleh peguam syarie, Zuri Zabuddin Budiman dan Fakhrul Azhar Hussin.

Kes ini mula mendapat perhatian berikutan anak sulung Allahyarham dengan isteri keempat, Abdul Ravuff menuntut agar harta pusaka ayahnya yang dianggarkan bernilai RM1 bilion dibahagikan mengikut faraid kepada keempat-empat isteri A.S. Dawood dan 20 orang anaknya.

Abdul Ravuff, seorang ahli perniagaan mengemukakan tuntutan pada 24 Disember 1997 yang memohon mahkamah mengeluarkan perintah supaya segala harta di bawah nama Pasla Holdings diisytiharkan sebagai harta pusaka dan diagihkan mengikut hukum syarak.

No comments: