12 April 2022

07 September 2017

Riya, Sum’ah, Ujub, dan Takabur

Salah satu penyakit hati dalam diri manusia yang dapat menutup jalan hidayah Allah swt adalah 4 sifat tercela tersebut. Penyakit ini bisa melanda seluruh lapisan masyarakat, dari yang kaya sampai yang miskin, orang alim dan bodoh, dan yang muslim maupun non muslim. Diantara tandanya adalah menantang alam, tidak menjalankan aturan Allah swt, dan meremehkan serta menghina sesamanya. Riya, Sum’ah, Ujub dan Takabur adalah sifat-sifat tercela yang hampir memiliki kesamaan, dan sifat-sifat tersebut harus kita jauhi.

1. Riya


Pengertian riya’ menurut Bahasa, berasal dari kata ru’yah, yang artinya menampakkan.

Secara istilah riya’ adalah memperlihatkan suatu amal kebaikan/ibadah kepada sesama manusia agar ingin dipuji orang dan tidak diniatkan untuk Allah swt.

Dalam firman Allah ta’ala,

“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya.” (Q.S. Al Maa’uun ayat 4-6)

2. Sum’ah


Kata sum’ah secara Bahasa, berasal dari kata samma’a, yang artinya memperdengarkan.

Secara istilah Sum’ah adalah sikap seorang muslim memperdengarkan atau membicarakan amal/ibadahnya kepada orang lain yang semula tidak ada yang mengetahuinya atau tersembunyi, guna mendapat pujian, penghargaan atau keuntungan materi.

Dalam hadist Rasulullah saw bersabda, “Siapa yang berlaku Sum’ah maka akan diperlakukan Sum’ah oleh Allah. Dan barangsiapa berlaku riya makan akan dibalas dengan riya.” (H.R. Bukhari)

Maksud hadist : diperlakukan Sum’ah oleh Allah yaitu diumumkan aib-aibnya diakhirat. Sedangkan dibalas dengan riya yaitu diperlihatkan amalnya namun tidak diberi pahalanya. Naudzubillah..

3. Ujub


Ujub adalah mengagumi diri sendiri, yaitu ketika kita merasa bahwa diri kita memiliki kelebihan tertentu yang tidak dimiliki orang lain.

Imam Al Ghozali menuturkan, “Perasaan ujub adalah kecintaan seseorang pada suatu karunia dan merasa memilikinya sendiri, tanpa mengembalikan keutamaannya kepada Allah”.

Memang setiap orang memiliki kelebihan yang tidak dimiliki orang lain. Tetapi siapa yang memberikan kelebihan tersebut?

“Bagi Allah semua kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada diantaranya.” (Q.S. Al Maidah ayat 120)

4. Takabur


Takabur berasal dari bahasa Arab takabbara – yatakabbaru, yang artinya sombong atau membanggakan diri sendiri.

Takabur semakna dengan Ta’azum, yaitu menampakkan keagungannya dan kebesarannya dibandingkan dengan orang lain.

Takabur berupa kesombongan merupakan sifat syaitan yang dijelaskan dalam Al Qur’an. Ini merupakan sifat paling berbahaya dan dibenci Allah swt.

“Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang sombong.” (Q.S. An Nahl ayat 23)

“Maka masuklah pintu-pintu neraka jahanam, kamu kekal didalamnya, maka amat buruklah orang-orang yang menyombongkan diri.” (Q.S. An Naml ayat 29)

Dengan segala kerendahan hati kita, mari sama-sama kita lihat jauh kedalam hati kita yang paling dalam. Mari kita hindari atau kita buang jauh-jauh sifat buruk atau sifat tercela ini, agar antar kita terjalin rasa kasih sayang yang tulus.


>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>OOO<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<



Riya، Sum'ah، Ujub dan Takabur Adalah 4 Paket sipat Tercela yang harus dihindari

— Riya (ria’), Sum’ah, ujub dan Takabur adalah sifat-sifat tercela yang hampir memiliki kesamaan, dan sifat-sifat tersebut harus kita jauhi, pengertian dan pembahasan selengkapnya simak di bawah ini :

A. RIYA


PENGERTIAN RIYA MENURUT BAHASA

Pengertian Riya menurut Bahasa: riya’ (الرياء) berasal dari kata الرؤية /ru’yah, yang artinya menampakkan
Riya ’ adalah memperlihatkan suatu amal kebaikan kepada sesama manusia.

PENGERTIAN RIYA MENURUT ISTILAH:

Pengertian Riya Menurut Istilah yaitu: melakukan ibadah dengan niat supaya ingin dipuji manusia, dan tidak berniat beribadah kepada Allah SWT.
Al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqolani dalam kitabnya Fathul Baari berkata: “Riya’ ialah menampakkan ibadah dengan tujuan dilihat manusia, lalu mereka memuji pelaku amalan itu”.
Imam Al-Ghazali, riya’ adalah mencari kedudukan pada hati manusia dengan memperlihatkan kepada mereka hal-hal kebaikan.
Imam Habib Abdullah Haddad pula berpendapat bahwa riya’ adalah menuntut kedudukan atau meminta dihormati daripada orang ramai dengan amalan yang ditujukan untuk akhirat.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa riya’ adalah melakukan amal kebaikan bukan karena niat ibadah kepada Allah, melainkan demi manusia dengan cara memperlihatkan amal kebaikannya kepada orang lain supaya mendapat pujian atau penghargaan, dengan harapan agar orang lain memberikan penghormatan padanya.

JENIS-JENIS RIYA

Riya’ dibagi kedalam dua tingkatan:
riya’ kholish yaitu melakukan ibadah semata-mata hanya untuk mendapatkan pujian dari manusia,
riya’ syirik yaitu melakukan perbuatan karena niat menjalankan perintah Allah, dan juga karena untuk mendapatkan pujian dari manusia, dan keduanya bercampur”.

Riya’ bisa muncul didalam diri seseorang pada saat setelah atau sebelum suatu ibadah selesai dilakukan

Perbuatan riya bila dilihat dari sisi amal/citra yang ditonjolkan menurut Imam Al-Ghazali dapat dibagi atas 5 kategori, yaitu:
Riya dalam masalah agama dengan penampilan jasmani, misalnya memperlihatkan badan yang kurus dan pucat agar disangka banyak puasa dan shalat tahajud;
Riya dalam penampilan tubuh dan pakaian, misalnya memakai baju koko agar disangka shaleh atau memperlihatkan tanda hitam di dahi agar disangka rajin sholat.
Riya dalam perkataan, misalnya orang yang selalu bicara keagamaan agar disangka ahli agama.
Riya dalam perbuatan, misalnya orang yang sengaja memperbanyak shalat sunnah di hadapan orang banyak agar disangka orang sholeh. Atau seseorang yang pergi berhaji/umroh untuk memperbaiki citranya di masyarakat.
Riya dalam persahabatan, misalnya orang yang sengaja mengikuti ustadz ke manapun beliau pergi agar disangka ia termasuk orang alim.

Jangan biarkan pahala ibadah-ibadah yang telah sulit kita kumpulkan hilang tanpa arti dan berbuah keburukkan lantaran masih ada riya di hati kita. Allah SWT mengingatkan dalam firmannya:

“Janganlah kalian menghilangkan pahala shadaqah kalian dengan menyebut-nyebutnya atau menyakiti (perasaan si penerima) seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak berimana kepada Allah dan hari kemudian.” (Al-Baqarah: 264)

“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, yaitu orang-orang yang lalai dari shalatnya, yang berbuat karena riya” (Al Maa’uun 4-6)

B. SUM’AH


PENGERTIAN SUM’AH SECARA ETIMOLOGI/BAHASA

Kata sum’ah (السمعة) berasal dari kata سمّع samma’a (memperdengarkan)
Kalimat samma’an naasa bi ‘amalihi digunakan jika seseorang menampakkan amalnya kepada manusia yang semula tidak mengetahuinya.

PENGERTIAN SUM’AH SECARA TERMINOLOGI/ISTILAH

Pengertian sum’ah secara istilah/terminologi adalah sikap seorang muslim yang membicarakan atau memberitahukan amal shalihnya -yang sebelumnya tidak diketahui atau tersembunyi- kepada manusia lain agar dirinya mendapatkan kedudukan dan/atau penghargaan dari mereka, atau mengharapkan keuntungan materi.

Dalam Fathul Bari, Ibnu Hajar Al-Asqalani mengetengahkan pendapat Izzudin bin Abdussalam yang membedakan antara riya dan sum’ah. Bahwa riya adalah sikap seseorang yang beramal bukan untuk Allah; sedangkan sum’ah adalah sikap seseorang yang menyembunyikan amalnya untuk Allah, namun ia bicarakan hal tersebut kepada manusia. Sehingga, menurutnya semua riya itu tercela, sedangkan sum’ah adalah amal terpuji jika ia melakukannya karena Allah dan untuk memperoleh ridha-Nya, dan tercela jika dia membicarakan amalnya di hadapan manusia.

Dalam Al-Qur’an Allah telah memperingatkan tentang sum’ah dan riya ini:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالْأَذَى كَالَّذِي يُنْفِقُ مَالَهُ رِئَاءَ النَّاسِ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia…” (QS. Al-Baqarah : 264)
Rasulullah SAW juga memperingatkan dalam haditsnya:
مَنْ سَمَّعَ سَمَّعَ اللَّهُ بِهِ وَمَنْ يُرَائِي يُرَائِي اللَّهُ بِهِ

Siapa yang berlaku sum’ah maka akan diperlakukan dengan sum’ah oleh Allah dan siapa yang berlaku riya maka akan dibalas dengan riya. (HR. Bukhari)
Diperlakukan dengan sum’ah oleh Allah maksudnya adalah diumumkan aib-aibnya di akhirat. Sedangkan dibalas dengan riya artinya diperlihatkan pahala amalnya, namun tidak diberi pahala kepadanya. Na’udzubillah min dzalik.

C. UJUB


PENGERTIAN SIFAT UJUB

Ujub adalah mengagumi diri sendiri, yaitu ketika kita merasa bahwa diri kita memiliki kelebihan tertentu yang tidak dimiliki orang lain.
Ibnul Mubarok pernah berkata, “Perasaan ‘ujub adalah ketika engkau merasa bahwa dirimu memiliki kelebihan tertentu yang tidak dimiliki oleh orang lain.”
Imam Al Ghozali menuturkan, “Perasaan ‘ujub adalah kecintaan seseorang pada suatu karunia dan merasa memilikinya sendiri, tanpa mengembalikan keutamaannya kepada Alloh.”
Memang setiap orang mempunyai kelebihan tertentu yang tidak dimiliki oleh orang lain, tetapi milik siapakah semua kelebihan itu ? Allohk berfirman :

“Bagi Alloh semua kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada di antaranya.” (QS. Al Maidah : 120)

Maksud dari ayat di atas adalah apapun yang kita miliki, semuanya adalah milik Alloh yang dipinjamkan kepada kita agar kita dapat memanfaatkannya dan sebagai ujian bagi kita. Tidak seorangpun yang memiliki sesuatu di alam semesta ini walaupun sekecil atom kecuali Alloh

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TIMBULNYA SIFAT UJUB


1. Banyak dipuji orang

Pujian seseorang secara langsung kepada orang lain, dapat menimbulkan perasaan ‘ujub dan egois pada diri orang yang dipujinya. Makin lama perasaan itu akan menumpuk dalam hatinya, maka ia akan semakin dekat kepada kebinasaan dan kegagalan sedikit demi sedikit. Karena orang yang mempercayai pujian itu akan selalu merasa bangga dan dirinya punya kelebihan, sehingga menjadikannya malas untuk berbuat kebajikan. Rosululloh pernah terkejut ketika melihat seseorang yang memuji orang lain secara langsung, sampai-sampai beliau bersabda, “Sungguh dengan pujianmu itu, engkau dapat membinasakan orang yang engkau puji. Jikalau ia mendengarnya, niscaya ia tidak akan sukses.”

2. Banyak meraih kesuksesan

Seseorang yang selalu sukses dalam meraih cita-cita dan usahanya, akan mudah dirasuki perasaan ‘ujub dalam hatinya, karena ia merasa bisa mengungguli orang lain yang ada di sekitarnya dan tidak menyadari bahwa segala sesuatu yang diraihnya adalah atas kehendak Alloh yang Maha Kuasa.

3. Kekuasaan

Setiap penguasa biasanya mempunyai kebebasan bertindak tanpa ada protes dari orang yang ada di sekelilingnya, dan banyak orang yang kagum dan memujinya. Fenomena semacam ini akan menyebabkan hati seseorang mudah dimasuki perasaan ‘ujub. Seperti kisah Raja Namrud yang menyebut dirinya sebagai Tuhan, karena dia menjadi seorang penguasa. Dan seandainya di lemah dan miskin, tentulah tidak akan menyebut dirinya sebagai Tuhan.

4. Tersohor di kalangan orang banyak

Tersohor di kalangan orang banyak merupakan cobaan besar bagi diri seseorang. Karena semakin banyak yang mengenalnya, maka dia semakin kagum terhadap dirinya sendiri. Semuanya itu akan memudahkan timbulnya perasaan ‘ujub pada hati seseorang.

5. Mempunyai intelektualitas dan kecerdasan yang tinggi

Orang yang mempunyai intelektualitas dan kecerdasan yang lebih, biasanya merasa bangga dengan dirinya sendiri dan egois, karena merasa mampu dapat menyelesaikan segala permasalahan kehidupannya tanpa campur tangan orang lain. Kondisi seperti itu akan melahirkan sikap otoriter dengan pendapatnya sendiri. Tidak mau bermusyawarah, menganggap bodoh orang-orang yang tak sependapat dengannya, dan melecehkan pendapat orang lain.

6. Memiliki kesempurnaan fisik

Orang yang memiliki kesempurnaan fisik seperti suara bagus, cantik, postur tubuh yang ideal, tampang ganteng dan sebagainya, lalu ia memandang kepada kelebihan dirinya dan melupakan bahwa semua itu adalah nikmat Alloh yang bisa lenyap setiap saat, berarti orang tersebut telah kemasukan sifat ‘ujub.

7. Lalai atau tidak memahami hakikat dirinya sendiri.

Apabila seseorang lalai atau tidak memahami hakikat bahwa dirinya berasal dari air yang hina serta akan kembali ke dalam tanah, kemudian menjadi bangkai, maka orang seperti ini akan mudah merasa bahwa dirinya hebat. Perasaan seperti ini akan diperkuat oleh bisikan setan yang pada akhirnya akan muncul sifat kagum terhadap diri sendiri.

BAHAYA SIFAT UJUB

Sifat ‘ujub membawa akibat buruk dan menyeret kepada kehancuran, baik bagi pelakunya maupun bagi amal perbuatannya. Diantara dampak dari sifat ‘ujub tersebut adalah :

1. Membatalkan pahala

Seseorang yang merasa ‘ujub dengan amal kebajikannya, maka pahalanya akan gugur dan amalannya akan sia-sia. Karena Alloh tidak akan menerima amalan kebajikan sedikitpun kecuali dengan ikhlas karena-Nya. Rosululloh n bersabda :
“Tiga hal yang membinasakan : Kekikiran yang diperturutkan, hawa nafsu yang diumbar dan kekaguman seseorang pada dirinya sendiri.” (HR. Thobroni).

2. Menyebabkan Murka Alloh

Nabi saw bersabda, “Seseorang yang menyesali dosanya, maka ia menanti rahmat Alloh. Sedang seseorang yang merasa ‘ujub, maka ia menanti murka Alloh.” (HR. Baihaqi)
Perasaan ‘ujub menyebabkan murka Alloh, karena ‘ujub telah mengingkari karunia Alloh yang seharusnya kita syukuri.

3. Terjerumus ke dalam sikap ghurur (terperdaya) dan takabur.

Orang yang kagum pada diri sendiri akan lupa melakukan instropeksi diri. Bersamaan dengan perjalanan waktu, hal itu akan menjadi penyakit hatinya. Pada akhirnya ia terbiasa meremehkan orang lain atau merasa dirinya lebih tinggi daripada orang lain dan tidak mau menghormati orang lain. Itulah yang disebut takabur. Nabi n bersabda, ” Tidak akan masuk surga seseorang yang di dalam hatinya terdapat perasaan sombong meskipun hanya sebesar biji sawi. (HR. Nasa’i)

4. Menyebabkan mengumbar nafsu dan melupaka dosa-dosa

Seseorang yang mempunyai perasaan ‘ujub akan selalu menilai dirinya baik dan tidak pernah menilai dirinya buruk dan serba kekurangan, sehingga ia selalu mengumbar keinginan hawa nafsunya dan tidak merasa kalau dirinya telah berbuat dosa. Nabi bersabda, “Andaikan kalian tidak pernah berbuat dosa sedikitpun, pasti aku khawatir kalau kalian berbuat dosa yang lebih besar, yaitu perasaan ujub.” (HR. Al Bazzar).

5. Menyebabkan orang lain membenci pelakunya.

Pada umumnya, orang tidak suka terhadap orang yang membanggakan diri, mengagumi diri sendiri dan sombong. Oleh karena itu, orang yang ‘ujub tidak akan banyak temannya, bahkan ia akan dibenci meskipun luas ilmunya dan terpandang kedudukannya. Syeikh Mustofa As Sibai berkata, “Separuh kepandaian yang disertai tawadhuk lebih disenangi oleh orang banyak dan lebih bermanfaat bagi mereka daripada kepandaian yang sempurna yang disertai kecongkakan.”

6. Menyebabkan Su’ul Khotimah dan kerugian di Akherat

Nabi bersabda, “Tidak akan masuk surga orang yang suka menyebut-nyebut kembali pemberiannya, seorang yang durhaka, dan pecandu minuman keras.” (HR. Nasa’i)

Orang yang mempunyai sifat ‘ujub biasanya suka menyebut-nyebut kembali sesuatu yang sudah diberikan.

Umar Ra pernah berkata,”Siapapun yang mengakui dirinya berilmu, maka ia seorang yang bodoh dan siapapun yang mengaku dirinya akan masuk surga, maka ia akan masuk neraka.”

Qotadah berkata, “Barangsiapa yang diberi kelebihan harta, atau kecantikan, atau ilmu, atau pakaian, kemudian ia tidak bersikap tawadhuk, maka semua itu akan berakibat buruk baginya pada hari kiamat.”

CARA MENANGGULANGI SIFAT UJUB

Ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh setiap orang muslim agar dirinya terhindar dari penyakit ‘ujub, diantaranya adalah :

1. Selalu mengingat akan hakikat diri

Orang yang kagum pada diri sendiri hendaknya sadar bahwa nyawa yang ada dalam tubuhnya semata-mata anugerah Alloh l. Andaikan nyawa tersebut meninggalkan badannya, maka badan tidak ada harganya lagi sama sekali. Dia harus sadar bahwa tubuhnya pertama-tama dibuat dari tanah yang diinjak-injak manusia dan binatang, kemudian dari air mani yang hina, yang setiap orang merasa jijik melihatnya, lalu kembali lagi ke tanah dan menjadi bangkai yang berbau busuk dan setiap orang tidak suka mencium baunya.

2. Selalu sadar akan hakikat dunia dan akherat

Hendaklah seseorang selalu sadar bahwa dunia adalah tempat menanam kebahagiaan kehidupan akherat. Dia harus sadar bahwa sekalipun umurnya panjang, namun tetap akan mati, kemudian hidup di sebuah kampung abadi yaitu akherat. Kesadaran seperti ini akan mendorong seseorang untuk meluruskan akhlaknya yang bengkok, sebelum nafasnya meninggalkan jasadnya dan sebelum hilang kesempatan untuk bertaubat.

3. Selalu mengingat nikmat Alloh

Alloh berfirman :
“Dan jika kamu menghitung nikmat Alloh, niscaya kamu tidak akan dapat menghitungnya.” (QS. Ibrohim : 34)
Dengan kesadaran seperti ini, seseorang akan merasa lemah dan merasa butuh kepada Alloh, sehingga dia akan membersihkan diri dari penyakit kagum diri dan berusaha terhindar darinya.

4. Selalu ingat tentang kematian dan kehidupan setelah mati

Kesadaran seperti ini akan mendorong seseorang meninggalkan perasaan kagum diri karena takut akan berbagai kesengsaraan hidup setelah mati.

5. Tidak berkawan dengan orang yang kagum diri

Sebaiknya, berkawanlah dengan orang-orang yang tawadhuk dan memahami status dirinya. Hal semacam itu sangat membantu seseorang untuk meninggalkan perangai buruk kagum diri.

6. Memperhatikan keadaan orang yang sedang sakit, bahkan keadaan orang yang meninggal dunia, ziarah kubur dan merenungkan keadaan ahli kubur

Cara semacam ini akan mendorong seseorang untuk meninggalkan perasaan kagum diri dan panyakit hati lainnya.

7. Selalu bermuhasabah (Introspeksi diri)

Dengan demikian, mudah dideteksi gejala awal dari segala bentuk penyakit hati, terutama penyakit kagum diri. Dengan demikian, penyakit ini akan mudah diobati.

8. Selalu memohon bantuan dari Alloh

Dengan cara berdoa dan senantiasa memohon perlindungan dari-Nya agar terhindar dari penyakit kagum diri dan tidak terjerumus ke dalamnya.

9. Penyembuhan dengan Al Qur’an

Al Qur’an sangat mujarab untuk mengobati berbagai penyakit hati, khususnya penyakit ‘ujub dan berbagai sebabnya. Karena Al Qur’an telah mengenalkan diri kita kepada Alloh, dan Al Qur’an juga telah mengenalkan diri kita kepada kita, yaitu kelemahan, kemiskinan, dan kebutuhan kepada Alloh. Maka tidaklah pantas jika seseorang mengagumi dirinya sendiri sementara dia adalah makhluk yang tak mampu berdiri sendiri. Al Qur’an juga telah mengingatkan kita akan akibat dari penyakit ‘ujub, sombong, dan bangga diri. Seperti halnya kisah Fir’aun, Qorun, dan lain sebagainya.

Imam Syafi’i rohimahumulloh berkata :
“Barangsiapa yang mengangkat-angkat diri secara berlebihan, niscaya Allah akan menjatuhkan martabatnya”

DAMPAK SIFAT UJUB

1. Jatuh pada sifat sombong dan terperdaya.
3. Munculnya kebencian terhadap orang lain.
4. Mendapat adzab dari Allah SWT

D.TAKABUR


PENGERTIAN TAKABUR

Takabur berasal dari bahasa arab Takabbara-Yatakabbaru yang artinya sombong atau membanggakan diri sendiri. Takabur semakna dengan Ta’azum, yaitu menampakkan keagungannya dan kebesarannya dibandingkan dengan orang lain. Dalam bahasa indonesia banyak sekali istilah lain dari takabur ini antara lain, sombong, congkak, angkuh, tinggi hati atau besar kepala.
Secara naluri setiap orang tidak menyukai sifat takabur atau sombong. Namun disadari atau tidak terkadang seseorang akan menampakan akan sikap sombongnya, biasanya sifat ini timbul manakala ia merasa memiliki nilai lebih, seperti lebih pandai, lebih kaya, lebih cantik. Sebagai seorang muslim sudah seharusnya menghindari sifat takabur ini, karena teladannya adalah Rasulullah SAW, yang meskipun penuh dengan kemuliaan dan kelebihan, namun beliau tetap tidak merasa lebih bahkan para pengikutnya dipanggil dengan sebutan sahabat, yang mempunyai arti kesetaraan.

Sifat takabur ini merupakan sifat tercela dan berbahaya, bahkan dibenci oleh Allah SWT, sebagaimana firman-firmannya :
“maka masuklah pintu-pintu neraka jahanam, kamu kekal didalamnya, maka amat buruklah tempat orang-orang yang menyombongkan diri”. (Q.S An Naml : 29) ..
“sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong”. (Q.S An Nahl : 23)

MACAM-MACAM TAKABUR

Dari segi obyek atau sasarannya takabur menjadi tiga :
1. Takabur kepada Allah SWT, yaitu keadaan seseorang yang tidak mengakui dan menerima kebenaran yang datang dari Allah SWT, seperti perintah shalat, zakat dan yang lainnya.
2. Takabur kepada Rasulullah.
3. Takabur terhadap sesama manusia, hal ini biasannya terlihat dari hal-hal yang bersifat lahiriah, seperti kekayaan, kedudukan, wajah atau kepandaian.

Menurut pandangan tersebut di atas, secara umum takabur dapat dibagi menjadi dua macam yaitu :

1) Takabur Batini ( Takabur dalam sikap )

Takabur batini atau batin adalah sifat takabur yang tertanam dalam hati seseorang sehingga tidak tampak secara lahir/fisik, seperti seseorang yang mengingkari kebenaran yang datang dari Allah swt. padahal dia mengetahui kebenaran tersebut.
Dalam kehidupan sehari-hari orang yang termasuk golongan takabur batin memiliki sikap, antara lain enggan minta tolong kepada orang lain meskipun ia membutuhkan serta tidak mau berdoa untuk memohon pertolongan Allah swt. padahal semua persoalan yang kita hadapi tidak dapat diselesaikan sendiri tanpa pertolongan-Nya
Allah swt. berfirman :
Artinya : “Kuperkenankan (Kukabulkan) bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina.” (QS Al Mukmin: 60)

2) Takabur Zahiri ( Takabur dalam Perbuatan )

Takabur zahiri adalah sifat takabur yang dapat dilihat langsung dengan panca indra, seperti dalam bentuk ucapan dan gerakan anggota tubuh. Contohnya, riya, angkuh, dan memalingkan muka terhadap orang lain. Allah swt. tidak menyukai orang-orang yang memalingkan muka (sombong) sebagaimana terdapat dalam Surah Luqman Ayat 18 berikut.
Artinya : “ janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS Luqman: 18).

Demikianlah dakwah mengenai 4 sifat tercela (riya’,sum’ah,ujub, dan takabur) yang harus kita hindari, semoga kita semua dijauhkan dari sifat-sifat tercela tersebut.. Amiin

No comments: